“Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia” – Nelson Mandela, Presiden Afrika Selatan (1994-1999)
PinterPolitik.com
Gengs, menurut kalian masa lalu itu penting nggak sih? Kalau mimin sih menganggapnya sangat penting, ya. Makanya mendiang Prof. Sapardi D. Damono dalam prosanya berjudul Adam mengatakan, “Dan kalau tidak punya masa lalu, apakah aku bisa punya masa depan?”
Benar saja, tanpa masa lalu, orang tidak akan mantap menjalankan roda masa kini dan masa depan sih, cuy. Lihat saja dalam film Game of Thrones. Si Cersei Lannister yang pongah saat menduduki takhta dengan cara sadis itu nggak tahu dan nggak paham masa lalu dari perjuangan para klan. Padahal, takhta yang diduduki Cersei merupakan hasil dari perjuangan klan Stark, Baratheon, Lannister, dan lainnya.
Jadi, bukan cuma Lannister saja. Eh, lha, kok tiba-tiba si Cersei yang dari klan Lannister itu tega memusuhi klan-klan lainnya. Ya, hancurlah kekuasaannya. Salah siapa berani melawan para hero yang sudah berjuang sejak masa lampau?
Nah, mungkin cerita-cerita di atas perlu deh dibaca lagi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Pasalnya, gegara pernah berkata, “Saya tidak tahu masa lalu. Tapi saya tahu masa depan,” rata-rata kebijakan Mas Nadiem benar-benar menggelikan. Parahnya lagi, doi bersama timnya di Kemdikbud membuat program bernama Program Organisasi Penggerak (POP) yang terkesan janggal.
Apa yang menggemaskan dalam program itu tentu saja ketidakjelasan orientasinya, sampai-sampai dua organisasi sosial keagamaan terlama dan terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, undur diri dari program pendidikan ini. Ini nggak wajar, cuy.
Secara kita semua tahu lah kalau dua ormas tersebut nggak pernah main-main soal perkembangan pendidikan di Indonesia, sebab keduanya memang sudah dari dulu mengabdi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kan mengherankan, bagaimana bisa keduanya undur diri dari program pendidikan Mas Nadiem?
Usut punya usut, ternyata Muhammadiyah dan NU sama-sama merasa dipermainkan, terutama menyusul deadlinepengumpulan proposal yang mepet serta aturan yang banyak kerancuan, pun kalau dilihat organisasi lain yang menerima bantuan POP ini rata-rata nggak jelas. Ya, masa yang menerima dana malah lembaga-lembaga yang notabene dinaungi perusahan besar, cuy? Hehe.
Parahnya lagi nih, masa menyusun proposal cuma dikasih waktu dua hari? Kan, jelas-jelas ada ketidakberesan. Dan ,perasaan ini bukan dirasakan mimin doang lho, cuy, bahkan termasuk juga Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda.
Serius deh, cuy, mimin nggak habis pikir kok bisa Mendikbud bersikap demikian ke dua ormas yang kontribusinya di dunia pendidikan sudah ada sebelum negara ini berdiri. Apa Mendikbud mau ngetes kesabaran NU dan Muhammadiyah atau bahkan mau “nantangin” – seperti adu program?
Gini lho, Mas Nadiem, kalau dilihat dari afiliasi ormas, jelas NU dan Muhammadiyah memiliki jaringan besar di masyarakat Indonesia. Artinya, mereka berdua sangat mengerti model pendidikan seperti apa yang cocok diterapkan di negeri ini.
Makanya, coba deh Mas Nadiem ‘berdamai’ dan belajar dengan masa lalu tentang kontribusi apa yang sudah diberikan oleh kedua ormas tersebut biar nggak salah memilih lawan. Eh, program maksudnya. Upsss. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.