“Eling-Elingo yo Ngger, endahe wanojo iku sing dadi jalaran batale toponing poro santri lan satrio agung” – Habiburrahman El Shirazy, novelis asal Indonesia
Kayaknya ada yang mulai paham peta politik Indonesia nih, gengs. Adalah Nadiem Makariem, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang baru-baru ini pelesiran ke beberapa pentolan tokoh pemilik basis massa terbesar di Indonesia.
Mana lagi kalau bukan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah? Terbaru, sewaktu sowan ke Kantor Pengurus Besar NU (PBNU), Mas Nadiem terlihat mencium tangan Rais ‘Am (pemimpin tertinggi NU), KH. Miftahul Akhyar, cuy.
Wah, sudah mulai menemukan “masa lalu” ya, Mas Nadiem ini dan nggak melulu masa depan aja yang dikejar? Atau, jangan-jangan mulai paham arti ‘kualat sama orang tua’ nih, Mas? Hehe.
Tapi ngomong-ngomong, gengs, wajar sih kalau mas Nadiem memperlihatkan gesture penghormatan begitu. Pasalnya, ia kan mau minta doa dan restu.
Ibarat pernikahan, apa pun yang berkaitan dengan doa dan restu memang harus nunduk-nunduk sambil mencium tangan orang yang lebih tua. Hanya saja, karena ini soal politik, mimin mau telisik sedikit.
Soalnya nih, kayaknya NU selalu jadi tameng gitu lho, cuy. Mulai dari kemarin Pilpres 2019, sampai sekarang babagan program kementerian, kok NU – di samping Muhammadiyah – menjadi kelompok yang dirangkul?
Ini beneran sowan (silaturrahim) atau cuma ingin menampakkan bahwa Mas Nadiem sudah nggak anak kecil di panggung politik yang pola tingkahnya semrawut sama orang tua? Begini, mimin harus mengaku nggak terlalu kaget dengan kelenturan Mas Nadiem yang mau menurunkan ego sehingga bisa sedikit merambah karier dari pengusaha menjadi politisi cerdas juga.
Secara, kalau kata Mahbud Djunaidi, penulis legendaris Indonesia, dalam suatu kelakarnya, “Tak salah lagi, pedagang dan politikus merupakan binatang dari kandang yang sama. Perbedaan keduanya terletak pada cara mengunyah: politikus cari kekuasaan untuk dapat uang, pedagang seperti saya ini mencari uang untuk memperoleh kekuasaan.”
Pada intinya, Mas Nadiem soal kekuasaan dan uang sudah punya modal lah ya. Makanya, itu yang membuat kepercayaan diri doi meninggi.
Tapi, ini bukan soal mengunyah saja, melainkan juga tentang bagaimana cara mendapatkan barang kunyahan secara cerdas dan nggak bikin makhluk lain terganggu. Barang kali dari sejak terjun di dunia politik, baru kali ini ia bisa melakukan etika ‘pengunyahan’ yang baik dan benar. Uppss.
Sekarang pertanyaannya, sebenarnya apa motif Nadiem ke Kantor PBNU? Usut cerita ternyata semata-mata hanya ber-silaturahmi. “Bersilaturahmi dengan beliau untuk mohon doa restu dalam menghadapi tugas-tugas berat,” katanya.
Jadi mudahnya nih, Nadiem meminta agar NU mau memaafkan arogansi Kementerian Pendidikan dan Kebudayan (Kemendikbud) dan bersedia membuka kesempatan untuk terlibat dalam Program Organisasi Penggerak (POP). Sebagai keseriusan, Nadiem pun nggak sungkan-sungkan mencium tangan.
Sebentar, coba kalian fokus pada frasa ‘tugas-tugas berat’, cuy. Waduh, kalau cuma sebab adanya alasan tugas berat, berarti kayak ia sengaja sowan hanya supaya NU bisa meredakan letupan yang kemarin ditimbulkan oleh sikap Nadiem yang terlampau arogan dalam pembentukan POP.
Terlepas dari nasib Kantor PBNU yang selalu dijadikan tempat ‘silaturrahmi momentum-an’ pemerintah, mimin harus akui bahwa Nadiem sudah mulai cerdas, cuy. Namun, itu juga membuktikan kebesaran NU.
Hanya saja harus lebih hati-hati, ya Mas Nadiem. Sebab, Anda sudah mencium tangan dan masuk kandang santri, maka jangan salahkan jika banyak undangan kepada Anda untuk datang sekadar ikut selametan. Tenang, biasanya yang hadir banyak politisi lain juga kok. Hehehe. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.