HomeCelotehNadiem “Napas” Saja Salah?

Nadiem “Napas” Saja Salah?

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengatakan dirinya dianggap serba bersalah – entah itu kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) maupun kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) untuk sekolah. Apa benar Nadiem “bernapas” saja dianggap salah?


PinterPolitik.com

Di suatu malam, setelah hari yang panjang, Nadiem yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan Indonesia di alternate universe Bumi-45 sedang duduk terdiam di sebuah sofa yang terletak di ruang tengah rumahnya. Sembari menghela napas, Nadiem pun mulai mengingat kembali rekaman yang tersimpan di otaknya mengenai pekerjaan-pekerjaannya pada hari itu.

Mungkin, Nadiem memang tengah merasa lelah. Namun, sebagai anak muda, ia selalu merasa perlu untuk tetap bersemangat menyala-nyala bak bara api.

Nadiem selalu ingat apa yang diucapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepadanya. “Saya butuh menteri anak muda ala milenial. Saya sadar kalau mereka-mereka ini penting – wong banyak juga dari mereka yang memilih saya pada Pilpres kemarin. Maka dari itu, saya memilih Mas Nadiem untuk posisi ini,” terbayang ucapan Jokowi oleh Nadiem di malam itu.

Alhasil, sebagai Mas Menteri, ia memutuskan untuk menjangkau para followers-nya melalui sesi live (langsung) bak influencers yang diidolakan banyak generasi milenial dan Generasi Z. Apalagi, semakin ke sini, ia semakin sadar bahwa jumlah followers-nya kalah jauh dengan menteri-menteri lain yang justru berasal dari generasi boomer – seperti Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto.

Nadiem: Hey, guys. Apa kabar kalian semua? Hari ini, saya ingin menyapa pemuda-pemudi Indonesia sekalian yang terus bersemangat untuk belajar dan mengembangkan diri bak Jerome Polin. Jerome saja sekolahnya sampai ke Jepang. Kalian yang mulai PTM juga harus tetap semangat dong.

(Seorang murid yang merupakan follower mengirimkan komentar)

Nadiem: Wah, ini ada comment dari Haedar. Katanya, “Terima kasih, Mas Menteri. Tetap semangat terus untuk membangun pemerataan pendidikan di Indonesia – apalagi pendidikan bukanlah hanya untuk sektor digital-digital” Wah, terima kasih juga, Dek Haedar. Sungguh sebuah masukan yang cukup nendang.

(Haedar kembali memberikan komentar)

Nadiem: Oh, ini ada chat dari Haedar lagi. “Masih banyak anak-anak yang tidak punya akses digital dan teknologi. Makanya, pendidikan justru lebih ke persoalan akal budi juga.” Wah, Keren ya Dek Haedar ini. Masih siswa sudah berpikiran seperti ini. Mantap!

Baca Juga: Mengintip Ruang Kerja Nadiem

Saat Nadiem Nginap di Rumah Guru

(Setelah Haedar, kini giliran seorang siswa pesantren alias santri yang bernama Aqil yang memberikan komentar)

Nadiem: Hmm, ini ada komentar lagi dari Dek Aqil. Aqil bilang kalau Aqil sudah baca Kamus Sejarah yang diterbitkan oleh Kemdikbud. “Tapi kok peran ulama dan NU nggak dimasukkan ya, Mas Menteri? Bukannya gerakan kelompok santri juga punya peran besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia?” Wah, iya ini kesalahan kami ini. Saya dan Kemdikbudristek memohon maaf ya soal ini. Kami bakal memperbaiki Kamus Sejarah ini.

(Aqil kembali memberi komentar)

Nadiem: Wah, iya, Aqil. Saya tahu kemarin saya lupa mengajak sejumlah organisasi untuk ikut serta dalam Program Organisasi Penggerak (POP). Saya kira organisasi yang jago menggerakkan hanya yang punya modal besar dan teknologi saja. Makanya, saya tunda kemarin POP ini.

(Selain Aqil dan Haedar, banyak siswa-siswi juga mengeluhkan persoalan PTM dan PJJ)

Nadiem: Iya iya, guys. Saya jadi bingung kalau begini ini. Ketika PJJ, katanya dipersoalkan karena banyak anak yang malah mengalami learning los karena nggak punya akses untuk belajar secara online. Sekarang, pas PJJ udah mulai, saya kembali disalahkan nih karena katanya ada klaster-klaster baru. Saya jadi bingung.

(Komentar semakin ramai tetapi Nadiem mulai kerepotan membacanya satu-persatu)

Nadiem: Udah ya, guys. Saya lelah. Saya merasa serba salah melulu. Sudah malam juga. Ayo, jangan tidur too late. Besok masih ada ilmu yang menanti di sekolah. See you later. Bye, all.

Nadiem pun akhirnya mengakhiri sesi live di akun media sosial (medsos) miliknya itu. Terasa semakin lelah, Nadiem kemudian membuka aplikasi musik di ponselnya. Sembari beristirahat di sofanya, sebuah lagu berjudul “Salah Terus” dari salah satu penyanyi populer di Bumi-45, Raiso, pun dimainkan. “Mengapa saya selalu disalahkan? Apakah saya ‘bernapas’ saja salah?” tanya Nadiem dalam hatinya. (A43)

Baca Juga: Mas Nadiem Close The Door


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?