“Saya cukup menjadi seorang seniman yang menggambar dengan bebas di atas imajinasi saya” – Albert Einstein, ahli fisika asal Jerman
Gengs, terutama bagi kalian yang berasal dari perguruan tinggi, pernah lihat pentas teater nggak? Kalau mimin, pernah sih. Saat itu, temanya tentang keganasan Orde Baru (Orba) sebelum Indonesia masuk era Reformasi.
Mungkin, karena setting-nya di kampus, maka banyak sekali mahasiswa yang berorasi banyak hal. Nah, saat itulah mimin mendengar bahasan tentang Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK).
Penasaran dong sama NKK/BKK. Akhirnya, mimin searching pakai ponsel flip kuno tentang barang yang baru mimin dengar itu.
Ternyata, pada 1978, lewat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Daoed Joesoef, rezim Orba pernah berhasil menundukkan kritik dan kreativitas mahasiswa lewat kebijakan berupa NKK/BKK. Kebijakan yang dinilai menjadi biang kerok lesunya mahasiswa itu tertuang dalam SK No. 0156/U/1978.
“Ngeri sekali ya zaman dulu. Untung sekarang sudah nggak ada yang seperti itu,” pikir mimin. Namun, ternyata mimin keliru sebab, meski NKK/BKK sudah nggak ada, upaya menormalisasi kehidupan kampus masih mungkin terjadi.
Hingga sampailah momentum di mana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kita, Mas Nadiem Makarim, mengeluarkan surat edaran mengenai pelarangan bagi mahasiswa untuk ikut demonstrasi menolak omnibus law.
Tentu saja, mimin kaget, cuy. Nggak cuma mimin, Satriawan Salim selaku Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) juga dibuat geleng-geleng kepala.
Bahkan, saking jengkelnya, Salim pun mengatakan seharusnya Mendikbud tuh mengapresiasi gerakan mahasiswa karena justru mahasiswa sedang menjalankan fungsi sebagai intelektual. Toh kalau mahasiswa demo kan memang itu bagian dari laboratorium keilmuan.
Ingat lho, ya, tembok kampus terlalu sempit untuk menampung banyak ide mahasiswa yang dituntut supaya mengembangkan pikiran. Bukannya dikasih tepuk tangan, eh, ini malah mau dikandangkan. Ada-ada saja. Upsss.
Lagian, mau dikandangin bagaimanapun, namanya mahasiswa pasti akan memberontak juga. Itu mah cetakan dari sono-nya. Lha wong, Orba yang gagah perkasa saja dibuat ampun-ampun kok – apalagi cuma sekadar surat edaran yang menggelikan itu.
Ya nggakpapa sih sebenarnya jika Mas Menteri bermaksud supaya kampus tetap safety tetapi nggak dengan cara seperti itu. Kalau memang Mas Nadiem pengen supaya ada dialog, ya mending dialog itu seharusnya difasilitasi. Sebab, sebenarnya alasan mahasiswa turun jalan ya karena mereka merasa ruang dialog tuh ditutup.
Andai nggak ditutup, mimin yakin demo kemarin nggak akan terjadi. Sesederhana itu pikiran mahasiswa. Makanya, kalau mau memahami mahasiswa, dekati dan rangkul lah mereka. Hehe. (F46)