Site icon PinterPolitik.com

Nadiem Dimarahi Mantan Mendikbud?

Nadiem Dimarahi Mantan Mendikbud

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. (Foto: Ayo Jakarta)

“Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia” – Nelson Mandela


PinterPolitik.com

Ada banyak lho novelis asal Indonesia. Salah satunya adalah Ahmad Fuadi. Nah, dalam salah satu novelnya berjudul Anak Rantau, ada quote menarik begini, “Orangtua itu ibarat tonggak negeri. Kalau orang tua itu sendiri yang lemah dan goyah, apa yang mau diharapkan?”

Setidaknya, dari quote itu, mimin jadi sadar nih kenapa di Indonesia sering kali angkatan tua kerap memberi masukan kepada angkatan muda. Di mana pun tempatnya, pasti begitu.

Misal, di kampung mimin, kalau sudah pada kumpul dalam acara hajatan atau sekadar ngopi, sudah pasti deh orang-orang tua akan banyak menceritakan pengalamannya, kemudian yang anak muda curhat masalah yang menimpanya. Seru sekali pokoknya.

Nah, tidak terkecuali di pemerintahan juga. Kadang kala mantan pejabat yang pernah duduk di kursi instansi terkaittidak sungkan-sungkan memberi masukan soal masalah yang sedang menghadang meski tanpa permisi sekalipun. Ya, memang begitu seharusnya budaya gotong royong kita, kan?

Barang kali begitu yang dirasakan oleh M. Nuh sebagai mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) di bawah era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Mungkin, dia nggak mau jika institusi yang dahulu dipegangnya itu dianggap lemah dan goyah. Jadinya, dia speak up tentang kebingungan yang sedang dihadapi Mendikbud era sekarang, yakni Nadiem Makarim – khususnya soal pendidikan daring.

Begini, biar mimin urai. Sebenarnya, Mas Menteri – sapaan akrab Nadiem – ini kan sedang bingung alias galau. Kalau dipakai daring, ternyata banyak yang resah soalnya akses internetnya nggak semuanya stabil.

Sementara, kalau dipakai tatap muka, banyak yang nggak mendukung kan. Pada akhirnya, Mas Nadiem memilih dua kebijakan sekaligus, yakni ada yang daring dan ada yang tatap muka berdasar jenjang pendidikan dan zona wilayah.

Persoalannya adalah ternyata Mas Menteri ini dalam hal tersebut cuma terfokus pada soal proses belajarnya saja. Kurang melihat faktor yang lain, misal efektivitas.

Nah, karena itu, sebagai senior yang penuh kebijaksanaan, Pak Nuh mengingatkan begini, “Learning Poverty, kemiskinan dalam pembelajaran akan naik juga. Meskipun dia dicatat tetap tidak drop out, tapi dari sisi pembelajaran dia drop out karena gak lulus sebenarnya. Karena dia tidak mengalami proses pembelajaran itu.”

Ya, Mas Menteri tentu lebih pahamlah kalau soal pertimbangan ekonomi efektivitas ini, kan sebelum menjadi menteri, doi kan businessman yang sukses. Tentu, efektivitas dan efisiensi perlu menjadi fokus. Hehehe. (F46)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Exit mobile version