“Daripada teriak-teriak di jalanan dan kumpul yang membahayakan masyarakat dan diri sendiri di saat penyebaran Covid-19 justru akan makin menyebabkan penyebaran Covid-19 di Indonesia. Dan dipastikan Ibu Mega dan Ketum Parpol pengusung Jokowi akan dengan tangan terbuka mau diajak berdialog dan mendengarkan unek-unek para tokoh yang ada di KAMI”. – Arief Poyuono, Waketum Partai Gerindra
Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia alias KAMI memang tengah jadi salah satu pusat pemberitaan beberapa waktu terakhir. Semenjak mendeklarasikan diri, gerakan yang diikuti oleh beberapa tokoh besar nasional ini memang menjadi salah satu fokus pemberitaan.
Bukannya gimana-gimana ya, keberadaan Din Syamsuddin, Gatot Nurmantyo, Sri Bintang Pamungkas, Rocky Gerung dan beberapa tokoh nasional lainnya emang bikin gerakan ini nggak bisa dianggap kaleng-kaleng.
Tapi, banyak pihak mulai mengkritik gerakan ini karena di tengah Covid-19 seperti ini, aktivitas mereka yang masih berkumpul dan menggalang massa tentu saja berbahaya karena bisa melahirkan gelombang baru penyebaran virus berbahaya tersebut.
Hmm, yang penting jangan karena mengatasnamakan virus berbahaya, aspirasi masyarakat jadi ditutup ruang-ruangnya ya. Gerakan seperti ini tentu tidak boleh dihambat karena merupakan hak yang dijamin secara konstitusi oleh negara.
Terkait hal ini, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono punya pandangan menarik nih. Menurut doi, ketimbang membuka peluang penyebaran virus, adalah lebih baik kalau tokoh-tokoh KAMI langsung saja menemui sosok yang dianggap bisa menyambung kepentingan di antara dua kubu.
Sosok yang sempat disebut Arief adalah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Menurutnya, ketimbang berkoar-koar di jalanan, lebih baik KAMI langsung menemui Mega dan mengungkapkan uneg-uneg mereka.
Iya juga sih. Sebagai partai paling berkuasa saat ini, posisi Megawati dan PDIP emang menentukan banget dalam berbagai pengambilan kebijakan. Apalagi, Pak Jokowi sebagai presiden kan emang diusung oleh PDIP. Jadi masuk akal sebenarnya apa yang dibilang oleh Arief.
Namun, sebenarnya ini juga mengindikasikan bahwa benturan utama yang menjadi konsen KAMI sebetulnya bukan pada Presiden Jokowi secara personal. Persoalan yang dikritik oleh KAMI besar kemungkinan memang punya pertalian dengan konteks kekuasaan Megawati yang memang hingga saat ini belum pudar.
Ibaratnya, kalau di kisah sejarah, Mega itu seperti Queen Victoria di Inggris yang kekuasaannya sangat besar, ditakuti, dan berkuasa dalam waktu yang cukup lama. Tapi, apakah itu berarti KAMI memang menempatkan Mega sebagai “musuh” utamanya?
Hmm, menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)