Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang yang dipimpin Moeldoko telah ditolak keabsahannya oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Meski begitu, kubu Moeldoko disebut belum akan menyerah. Apakah Moeldoko ingin tiru strategi ala Presiden Tiongkok Xi Jinping?
Dalam dunia ini, semua selalu disertai dengan dua sisi yang berbeda. Bila ada panas, ada juga dingin. Begitu juga dengan damai, bakal juga disertai dengan kekacauan dan konflik.
Mungkin, “kekacauan” ini juga mulai terjadi nih di dunia politik internasional. Salah satunya terjadi di kawasan di mana Indonesia berada, yakni di Asia Tenggara – khususnya di sekitar Laut China Selatan (LCS).
Di wilayah tersebut, persaingan antara dua negara adidaya mulai terjadi tuh antara Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Alhasil, upaya saling mengungguli dan saling menggertak mulai terlihat.
Nah, upaya saling mengungguli dan saling menggertak seperti ini tampaknya tidak hanya terjadi di politik internasional, melainkan juga di politik domestik Indonesia. Bila negara-negara tersebut memperebutkan pengaruh di LCS, kali ini di Indonesia sebuah partai lah yang jadi bahan perebutan, yakni Partai Demokrat.
Lha, gimana nggak? Tiba-tiba, muncul tuh sekelompok orang yang mengadakan Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut). Uniknya lagi, sosok yang dijagokan menjadi Ketua Umum (Ketum) kala KLB tersebut adalah sosok non-kader yang kini menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP), yakni Moeldoko.
Namun, sepertinya perjuangan kubu Moeldoko bakal berakhir nih. Dengar-dengar, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah menolak untuk mengakui kepengurusan Demokrat versi KLB. Huhu. Kasihan ya.
Baca Juga: AHY Sengaja Biarkan Moeldoko Buat KLB?
Meski begitu, seperti lirik lagu d’Masiv, Moeldoko tidak mudah menyerah. Hal ini terlihat dari niatan kubunya yang berencana melanjutkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Hmm, taktik-taktik menolak keputusan seperti ini kayak-nya mirip-mirip dengan strategi yang digunakan oleh Tiongkok dalam sengketa LCS. Soalnya, setelah Permanent Court of Arbitration (PCA) memutuskan bahwa klaim historis ala Tiongkok tidak valid, pemerintahan Xi Jinping langsung menolak putusan tersebut.
Wah, mungkin, Pak Moeldoko ini ingin meniru strategi ala Xi sepertinya. Lha, gimana nggak? Mereka sama-sama menggunakan taktik untuk menolak putusan yang bisa dibilang punya dasar hukum pada tingkat tertentu.
Tapi nih, meski menggunakan strategi dan taktik yang mirip, Pak Moeldoko dan Pak Xi ini punya banya perbedaan lah ya. Soal pengaruh dan otoritas, misalnya, semua orang tahu lah kalau Pak Xi jauh lebih kuat lah ya.
Apalagi nih, Pak Xi punya banyak senjata yang bisa aja membuat musuh-musuhnya takut tuh. Dalam hubungan antarnegara, misalnya, Pak Xi punya banyak tuh rudal nuklir (nuclear missile) yang siap sedia buat diluncurin.
Hmm, kalau Pak Xi punya senjata nuclear, mungkin Pak Moeldoko juga punya senjata pamungkas tuh. Namun, sayangnya, senjatanya sepertinya bukan nuclear, melainkan no-clear. Wong, kayak-nya nggak jelas gitu mau dibawa ke mana Demokrat KLB-nya. Hehe. (A43)
Baca Juga: Alam Tak Setujui Kubu Moeldoko
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.