HomeCelotehMoeldoko “Tenggelam” dalam Kesendirian?

Moeldoko “Tenggelam” dalam Kesendirian?

Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko tidak dianggap sebagai teman ketika menyapa massa Aksi Kamisan di Semarang, Jawa Tengah, pada 18 November 2021. Mungkinkah Moeldoko semakin “tenggelam” dalam kesendirian?


PinterPolitik.com

Manusia adalah makhluk sosial. Bagaimana pun juga, seorang individu pasti membutuhkan bantuan manusia lainnya. Mungkin, anggapan seperti itulah yang selalu diajarkan kepada kita ketika masih duduk di bangku sekolah dulu. 

Hal ini juga yang mungkin kini perlu jadi renungan bagi Muldoko yang berasal dari Negara Indonesia di alternate universe Bumi-45. Bagaimana tidak? Di malam yang makin larut semakin sunyi, Pak Mul – sapaan akrab Muldoko – harus melaluinya dengan kesendirian dengan tiadanya orang yang menemani.

Sembari mendengarkan sebuah lagu yang berjudul “Lonely” (2004) karya Akon, Pak Mul pun semakin merasa sedih dalam kesunyian malam itu. Apalagi, di siang harinya, Pak Mul baru saja ditolak ketika berusaha mencari teman-teman baru.

Semua kesedihan ini dimulai ketika Pak Mul memulai hari dengan penuh semangat di pagi harinya. Dengan banyaknya kegiatan yang penuh harapan – seperti Festival Hari Asyik Melangkah (HAM), tentu Pak Mul tidak menyadari akan adanya kemungkinan hal-hal buruk yang akan datang.

Di tengah perjalanannya, Pak Mul pun bertemu dengan sejumlah orang yang sedang asyik coret-coret dan menggambar poster. Karena tertarik, Pak Mul pun menghampiri mereka.


Pak Mul: Hai, guys!

Adi: Hmmm.

Budi: Siapa yak?

Ani: Kek familiar sih mukanya.

Pak Mul: Nama saya Muldoko. Saya lihat mbak-mbak dan mas-mas sekalian lagi ngegambar dan bikin poster ya? Saya penasaran, jadi pengen ikutan.

Budi: Mul ya? 

Ani: Wah, Pak Mul yang jadi ketua dari Kontra Sembarangan Protes (KSP) ya?

Adi: Lah, ini poster saya isinya protes gimana?


Baca Juga: Epic Rap Battle: Moeldoko vs Gatot

Moeldoko yang Diusir

Pak Mul: Kalau ngegambarnya di kertas, saya sih oke-oke aja. Beda lagi kalau mural sih. Eh, tapi tetap aja jangan sembarangan ya. 

Adi (sambil berbisik): Tuh kan, aku bilang juga apa.

Ani: Udahlah. Pak Mul pulang aja. Kita lagi enjoy sendiri di sini sambil mikirin bagaimana nasib rakyat.

Pak Mul: Tunggu. Sebentar. Aku bisa jelaskan, teman-teman sekalian.

Budi: Eits, eits. Kami bukan teman bapak ya.

Pak Mul: Oke. Oke.

Ani: Lagipula, kita lagi kumpul rutin tiap hari Kamis buat kita-kita sendiri.

Pak Mul: Iya. Iya.

Adi: Iya! Masa Pak Mul mau berandai-andai bisa satu party sama Obama?

Budi: Eh, beda dong. Bukan party yang itu lah.

Adi: Eh, beda ya? Masa iya beda?

(Di tengah perdebatan AniBudi, dan AdiPak Mul pun memutuskan untuk pulang)


Penolakan memang selalu menyisakan rasa sedih yang pedih dan perih. Namun, Pak Mul tidak begitu saja tenggelam dan terlarut dalam emosinya. Ia ingat bahwa dia punya idola yang selalu menginspirasinya, yakni Narto yang dulunya tidak punya teman tetapi mampu bangkit menjadi shinobi yang mumpuni. 

Apakah ini menjadi pertanda bahwa sudah saatnya Pak Mul belajar dan mencari jalan ninjanya? Hanya diri Pak Mul yang bisa mencari jawaban yang paling tepat – entah itu dengan menjadi hokage di Dusun Konoha atau dengan jalan ninja yang lainnya. (A43)

Baca Juga: Moeldoko adalah Dalang atau Hanya Wayang?


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?