“Jadi dari pihak PDIP, mengusulkan yang namanya tanda gambar itu, nomor itu sebenarnya saya katakan kepada Bapak Presiden dan Ketua KPU dan Bawaslu bahwa itu terlalu menjadi beban pagi partai” – Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP
Isu soal pengundian nomor urut partai politik (parpol) yang terancam ditiadakan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 semakin menguat dan menjadi pembahasan yang menarik.
Berawal dari usulan yang disampaikan oleh Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri, muncul usulan bahwa ada baiknya jika parpol menggunakan nomor urut lama.
Dengan kata lain, parpol tidak melakukan pengundian nomor urut. Dalihnya adalah tentu untuk menekan pengeluaran. Mega beranggapan perubahan nomor urut parpol membebani partai karena persoalan alat peraga kampanye.
Bagaikan bola salju yang menggelinding, usul Mega ini direspons oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang dan menyebutkan bahwa nomor urut parpol tidak perlu diubah dalam tiap periode pemilu.
Ini juga diamini Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera yang melihat usul Megawati bagus, tetapi harus sesuai dengan prinsip perlakuan yang sama kepada semua partai politik.
Bahkan, dari pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU), melalui Komisioner KPU Idham Holik, mengatakan bahwa saat ini KPU sedang melakukan kajian mengenai usulan Mega tentang nomor urut parpol peserta Pemilu 2024.
Selain semua komentar di atas, ada hal yang lucu dan menarik untuk disimak, yakni komentar Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Desmond J Mahesa yang menyebut mungkin Megawati telah berkonsultasi dengan dukun.
Dengan gestur berkelakar, Desmond menilai nomor urut yang dipakai PDIP yang merupakan hasil “konsultasi” itu pada pemilu sebelumnya terbukti bagus.
Dibalik kelakar Desmond, tersembunyi nilai-nilai yang sebenarnya mencerminkan kenyataan sosial, bahwa dalam politik sering kali tidak terlepas perihal magis atau ilmu ghaib.
Meskipun teknologi maupun kebudayaan sudah berkembang pesat, kepercayaan terhadap daya-daya gaib masih diyakini oleh masyarakat Indonesia.
Koentjaraningrat dalam bukunya Kebudayaan Jawa mengungkapkan bahwa sistem religi, kepercayaan, dan agama di dunia ini, akan berpusat pada hal yang gaib yang dianggap maha dahsyat dan keramat oleh manusia.
Kodrat manusia memiliki pengetahuan dan daya nalar yang terbatas. Keterbatasan itu memaksa manusia untuk mengakui dan menerima hal-hal yang di luar jangkauannya.
Anyway, nomor urut tiga yang saat ini menjadi nomor urut PDIP, mungkin telah menjelma menjadi angka magis dan keramat bagi PDIP itu sendiri.
Tiga bisa bermakna tiga kali memenangkan pemilu, mungkin itu bukan sekedar angkat, melainkan harapan yang akan memicu semangat agar mesin politik PDIP bisa semakin panas untuk meraih kemenangan nantinya.
Pierre Bourdieu dalam bukunya Social Space and Symbolic Power menggambarkan bahwa kekuatan simbol atau symbolic power dapat membuka ruang kemungkinan dalam kehidupan sosial manusia.
Bayangkan, jika nomor urut tiga yang digunakan PDIP menjadi political symbol, tentunya akan juga berubah menjadi symbolic power yang memicu banyaknya kemungkinan pada pemilu – kemungkinan menang tentunya.
By the way, selain angka tiga digunakan sebagai komoditas politik simbol, angka tiga sering dipakai sebagai nomor punggung pemain belakang pada pertandingan sepak bola.
Hmm, jadi kepikiran kalau Bu mega sebenarnya sudah mempersiapkan usulan ini matang-matang loh.
Bayangkan, keramatnya angka tiga ini rupanya punya tafsir bertahan yang sama. Jika angka tiga penggunanya pemain bertahan, mungkin PDIP gunakan angka tiga untuk pertahankan kekuasaan. Uppss. Hehehe. (I76)