“Kita impor terus nih. Kalau saya sih nggak setuju jelas. Kita, apapun kita makan singkong saja, sorgum saja, dan makan saja sagu” – Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pertanian
Pemberitaan mengenai menteri-menteri di kabinet kerja Jokowi jadi atensi warganet. Beberapa orang menilai para menteri sering sekali terkesan asbun (asal bunyi) ketika menyampaikan pernyataan di hadapan publik.
Sebagai contoh, baru-baru ini Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menyarankan masyarakat mengkonsumsi singkong hingga sagu karena harga gandum saat ini sangat mahal.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang Januari-Mei 2022, impor gandum Indonesia mencapai 4,36 juta ton dengan nilai US$1,65 miliar. Ya, begitu besar kebutuhan kita.
Hal ini yang membuat Limpo mempertimbangkan impor gandum yang dianggap costly itu. Meskipun ia mengaku sebenarnya stok gandum ada, tetapi saat ini belum bisa keluar dari negara produksinya yang besar, yakni Ukraina.
Hmm yakin nih di Ukraina? Padahal menurut data dari BPS, Impor gandum Indonesia terbesar berasal dari Australia, yakni mencapai 1,57 juta ton dengan nilai US$585,6 juta dalam 5 bulan pertama tahun ini.
Negara kedua diisi oleh Argentina yakni seberat 1,41 juta ton senilai US$497 juta. Diikuti Kanada dengan volume mencapai 572,6 ribu ton senilai US$276,14 juta. Serta Brasil seberat 594,26 ribu ton senilai US$211,24 juta.
Terakhir dari India mencapai 115,86 juta ton senilai US$40,47 juta, serta impor gandum dari negara lainnya sebesar 98,15 ribu ton dengan nilai US$36,9 juta. Nah loh, kok Ukraina tidak termasuk data BPS? Apa ada yang salah?
Nah, kembali ke konteks yang lebih umum, yaitu pernyataan para menteri yang terkesan nyeleneh. Sebenarnya Limpo tidak sendiri. Pada November 2019 lalu, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko juga pernah menyarankan tiap rumah memelihara ayam agar dapat mengkonsumsi telur ayam. Ini untuk memenuhi kebutuhan protein agar mencegah stunting.
Pada Januari 2016, saat Puan Maharani menjabat Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), ia mengutarakan agar orang miskin untuk diet dan tidak banyak makan.
Kemudian, ada pula pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita pada Desember 2016 yang pernah menghimbau masyarakat menanam cabai sendiri di rumah Ketika harga cabai sedang mahal. Hmmm. Jadi kebun dong rumahnya. Upss.
Nah, seloroh para menteri yang terkesan nyeleneh ini sekiranya membuat resah masyarakat. Konteks resah di sini adalah kondisi psikologis masyarakat yang belum siap menghadapi perubahan pola hidup baru karena perubahan peraturan.
Sebenarnya, persoalan ini adalah persoalan laten terkait kebijakan publik yang terkesan rumit untuk dijalankan oleh pemangku kebijakan. Ketidakmampuan membentuk kebijakan yang tepat, membuat persoalan seolah-olah dilimpahkan kepada masyarakat.
Tidak sekali, hal semacam ini selalu berulang kali dilakukan. Sampai muncul celoteh dalam masyarakat yang menyebut, meski pemerintah ganti tapi pemikirannya sama saja, tidak ada diferensiasi pola kebijakan. Hmmm. (I76)