“Tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu dipertahankan mati-matian” – Abdurrahman Wahid, Presiden ke-4 Indonesia
PinterPolitik.com
Hei, cuy, kalian tahu atau minimal pernah dengar nama Abu Nawas nggak? Itu lho pujangga Arab pun Sufi yang hidup sekitar abad kesembilan.
Nah, ada cerita menarik nih. Jadi, suatu ketika, Abu Nawas ini digosipkan oleh banyak orang bahwa dia berkata kalau, dalam salat, tidak perlu ada sujud dan rukuk. Sontak saja, hal ini membuat geger kerajaan yang saat itu dipimpin Harun Ar-Rasyid.
Si raja mau marah sebenarnya tapi oleh penasihatnya diminta buat tabayyun atau klarifikasi dulu. Lantas, didatangkan tuh Abu Nawas ke bangsal kerajaan.
Setelah dicecar banyak pertanyaan, ternyata apa yang dimaksud Abu Nawas tentang salat nggak perlu sujud dan rukuk adalah salat jenazah. Jadi, konteks pernyataan Abu Nawas dipelintir oleh orang-orang buat memperburuk situasi.
Ya begitulah, orang-orang selalu punya penafsiran tersendiri bahkan kadang-kadang kayak penjual kosmetik di pasaran yang kerap menambah dan mengurangi fakta sebenarnya. Namun, ya, orang-orang nggak salah sepenuhnya sih karena kan memang itu konsekuensi hidup bersosial.
Justru, kalau sudah tahu kegemaran netizen begitu, maka kita khususnya para public figure harus lebih bijak bertindak. Ya nggak, cuy?
For your information aja nih, Wali Kota Surabat Tri Rismaharini (Risma) lagi ada dalam situasi super galau. Di satu sisi, punya tanggung jawab menjamin kesehatan warga Surabaya tetapi, di sisi lain, dia merasa dukungan dari pihak lainnya nih kurang sehingga angka Covid-19 melambung tinggi. Tentu sedih dong dan bahkan merasa gagal. Padahal, prestasinya Bu Risma lho banyak.
Hanya gegara Covid-19 ini seakan sepak terjang yang keren banget dari beliau ini kurang berarti. Mungkin, saking pusingnya kali ya, Bu Risma melakukan gerakan yang mirip kayak sujud di kaki salah satu dokter saat berada di kantor Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur.
Muasalnya, Bu Risma kecewa sebab ia tidak diberi ruang untuk berkomunikasi dengan pihak RSUD dr. Soetomo milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim). Di sela-sela kekecewaannya itu, sempat Bu Risma meluapkan keputusasaannya dengan kalimat, “Saya memang goblok, saya tak pantas jadi wali kota.” Duh, mimin jadi melting. Sedihcuy.
Meski begitu, namanya hidup di negara +62, netizen ternyata banyak cuma fokus di aksi yang mirip sujud itu, dan bukan pada penyebab kenapa kok Bu Risma sampai melakukan itu. Pro dan kontra pun sontak muncul nih.
Bahkan, Anggota DPRD Surabaya dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Mahfudz, menanggapinya dengan dikaitkan sama etika peribadatan. Beda lagi kalau pihak pro, justru banyak melihat ini dari segi psikologis, seperti pakar gesture, Handoko Gani, yang bilang kalau sujud Risma sebagai lambang puncaknya suffering (penderitaan).
Terlepas dari itu, sudahlah, daripada melulu memberi tafsiran apalagi dikaitkan dengan transendental, mending fokus pada alasan tindakan itu saja deh. Kan sudah jelas nih bahwa Bu Risma merasa dianggap tidak mumpuni, pun dia juga bersitegangnya sama RS milik Pemprov yang memang akhir-akhir ini nggak akur banget antar keduanya.
Wah, mimin jadi berpikir kalau ini berkaitan dengan sinergisitias sih. Kalau memang begitu, seharusnya ketemuan nih Bu Risma dan Pemprov – atau Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa – biar enak gitu ngelarin urusannya. Ingat lho, ya, ini menyangkut kesehatan warga, bukan cuman persoalan politik. Upss. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.