Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyebut bahwa dirinya belajar soal “politik anti-baper” saat berkunjung ke kediaman Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri bersama Ketum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Gus Yahya Cholil Staquf. Filosofi apa sebenarnya yang dipegang di balik “politik anti-baper” ala Megawati ini?
Bila memperhatikan konten-konten yang tersebar di TikTok atau Instagram Reels, ada satu jenis konten yang cukup ramai diperbincangkan. Jenis konten yang dimaksud adalah jenis konten yang membahas sifat-sifat seseorang berdasarkan zodiak yang dimilikinya.
Mereka yang memiliki zodiak Gemini, misalnya, dianggap sebagai orang-orang yang tidak terlalu peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Sampai-sampai, ada meme yang bilang bahwa zodiak ini perlu diperhatikan apabila tengah melamar pekerjaan di tempat kalian.
Tidak hanya Gemini, ada juga zodiak Cancer. Berbeda dari Gemini, Cancer disebut menjadi orang-orang yang benar-benar peduli terhadap lingkungan sekitar, khususnya mereka yang disayanginya. Sampai-sampai, ada yang bilang bahwa Cancer merupakan orang-orang yang mudah bawa perasaan (baper).
Terlepas benar atau tidaknya meme dan gagasan soal karakter berdasarkan zodiak ini, tidak dapat dipungkiri bahwa manusia memiliki sifat yang berbeda-beda. Dalam banyak aspek kehidupan – mulai dari pertemanan, studi, bisnis, hingga politik, cara menanggapi dan menjalani setiap orang pun berbeda-beda.
Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri, misalnya, memiliki caranya tersendiri dalam menjalani – dan bermanuver – dalam panggung politik nasional. Bagi Megawati, dalam berpolitik, kita tidak boleh baper layaknya para Cancer.
Saking jagonya dalam hal politik anti-baper, sejumlah pejabat, tokoh, dan politisi sampai berguru kepada Megawati. Beberapa di antaranya adalah Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dan Ketum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf.
Bagaimana tidak? Mereka sampai mendatangi Megawati secara langsung untuk berguru kepadanya. “Saya belajar bagaimana cara berpolitik tanpa baper,” ujar Gus Yaqut setelah bertemu dengan Megawati di kediamannya di Teuku Umar, Jakarta Pusat, pada 6 April 2021 lalu.
Mungkin, politik anti-baper ala Megawati ini berakar dari pemikiran pragmatis yang lebih mengedepankan aksi atau tindakan dalam situasi tertentu daripada mendasarkannya pada ide dan gagasan abstrak – berbeda dari idealisme yang justru lebih menekankan pada gagasan ideal atas realitas.
Inilah penggambaran dunia politik Indonesia yang lebih diisi oleh pragmatisme. Buktinya saja, pihak yang sebelumnya berada di kutub politik yang berbeda dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 akhirnya bisa membangun koalisi pemerintahan yang sama – tentunya setelah mencicipi nasi goreng ala Megawati.
Boleh jadi, filosofi “politik anti-baper” inilah yang diterapkan Megawati saat mengomentari isu kelangkaan minyak goreng beberapa waktu lalu, yakni dengan mempertanyakan aktivitas ibu-ibu Indonesia dibandingkan berfokus pada sensitivitas masyarakat.
Harapannya, “politik anti-baper” ini juga berlaku bagi Megawati dalam menanggapi kritik dan backlash atas pernyataan tersebut. Mungkin, daripada baper mendengarkan komentar para haters, lebih baik kita belajar masak tanpa menggunakan minyak goreng saja. (A43)