Site icon PinterPolitik.com

Menyoal Data Corona Pemerintah

Menyoal Data Corona Pemerintah

Juru Bicara Pemerintah dalam Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto. (Foto: Setkab)

“Check the data, matter of fact, check the state of mind” – Logic, penyanyi rap asal Amerika Serikat


PinterPolitik.com

Dalam menangani sebuah masalah, kita tentu tidak mungkin melakukannya tanpa menggunakan sebuah analisis yang matang ya, cuy – entah itu masalah yang kecil atau besar. Dalam melakukan analisis, tentu harus menggunakan data yang validitas dan akurasinya tepat.

Yaa, kalau tidak dapat menjamin validitas data 100 persen, setidaknya minimal 98 persen.  Hal tersebut tentu bertujuan agar bisa mengambil tindakan yang tepat dan mendapatkan hasil yang optimal.

Lalu, gimana nih, gengs, menurut kalian kalau dalam mengatasi sebuah masalah ada pihak yang menggunakan landasan data yang absurd dan amburadul? Behh, jelas akan menghasilan tindakan yang tidak optimal dan tidak tepat sasaran alias meleset jauh, cuy.

Kalau diibaratkan nih, kalian mau nembak gebetan tapi gak punya pengetahuan apapun tentang doi. Tidak mengetahui apa yang disukai doi dan apa yang tidak disukai sama doi. Beeh, bisa berabe kan, alias gagal total ditolak lagi dan jomblo lagi deh. Hehehe.

Sudah tau dong pasti teman-teman pembaca PinterPolitik salah satu masalah krusial yang dihadapi bangsa Indonesia dalam menangani persebaran COVID-19 ini? Bener banget, cuy. Jawabannya adalah data.

Banyak banget emang pihak yang sering tidak perhatian sama hal ini. Bahkan, jika kita amati nih, data yang saat ini ada simpang siur banget. Data terakhir yang dipublikasi oleh pemerintah sampai 13 April 2020 menunjukkan ada 4.241 kasus Corona yang menimpa Indonesia. Adapun yang meninggal 373 orang.

Tapi, anehnya nih, cuy, ada informasi bahwa sejak 5 April kemarin jenazah yang dimakamkan dengan prosedur tetap (protap) COVID-19 mencapai sekitar 550 orang. Wadadaww, kok beda banget ya, cuy? Wahh, gimana nih pemerintah kok datanya gak jelas?

Bahkan nih, cuy, kalangan ilmuwaan lintas perguruan tinggi telah mengadakan riset dan memperkirakan bahwa kasus positif COVID-19 di Jakarta itu sekitar 32 ribu, cuy. Waduduhhh, kalau ini benar terjadi, data yang dimiliki oleh pemerintah sangat dipertanyakan ya gengs keabsahannya.

Lebih parahnya lagi nih, cuy, pasca-sehari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta, jumlah data yang dirilis antara pemerintah provinsi dengan data pemerintah pusat ada perbedaan yang cukup jauh, cuy.

Pemerintah pusat mengatakan bahwa terdapat 1.753 kasus di DKI Jakarta. Sementara, data yang dikeluarkan oleh Pemprov mengatakan bahwa terdapat 2.872 kasus. Weleh-weleh, kok beda banget ya, cuy?

Mana nih yang datanya benar? Jangan bikin kita sebagai masyarakat biasa malah bingung. Harusnya kan antara pemerintah sebagai pihak pengambil kebijakan berkolaborasi dengan ilmuwan untuk mendapatkan kejelasan agar bisa diambil kebijakan yang pas.

Bukan malah bikin masyarakat kecil jadi pusing ya, cuy. Hadeehh, ibaratnya udah jatuh, tertimpa tangga pula deh kalau seperti ini.

Adanya ketidakjelasan terkait data ini bahkan dikritik oleh berbagai kalangan, gengs. Tidak hanya Bapak Din Syamsuddin saja yang minta agar pemerintah transparan, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha Magfiruha juga meminta agar pemerintah Indonesia mencontoh sikap Amerika Serikat (AS) yang transparan dalam bersikap, gengs. Memang ada benarnya juga ya gengs apa yang diminta oleh para tokoh di atas.

Banyaknya kritik tersebut harusnya disikapi dengan bijak oleh pemerintah ya, cuy. Tapi by the way nih, sebenarnya pemerintah Indonesia ini mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan data gak sih, cuy?

Masa data antara pihak satu dengan yang lainnya sangat berbeda? Apa gara-gara nggak modal alat tes yang mencukupi ya? Hehehe. (F46)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Exit mobile version