“Well done is better than well said” – Benjamin Franklin, Bapak Pendiri Amerika Serikat (AS)
Gengs, kalian yang pernah nonton film Gabbar is Back? Pasti tahu kan sosok Dgvijay Patil? Ya, dia merupakan cukong yang memainkan peran sebagai pelindung para koruptor yang dihabis-in oleh Gabbar. Patil ini orangnya pandai memanfaatkan peluang.
Doi paham betul bahwa semua akses ke jabatan tinggi harus memakan biaya mahal sehingga ia mendekati para pejabat supaya mau bekerja sama dengan Patil. Sistem relasi ini jelas, yakni Patil memberi ceperan buat naik jabatan ke para pejabat tersebut.
Sebagai gantinya, si pejabat harus meloloskan banyak agenda bisnisnya Patil. Inilah yang mendorong Gabbar membuat jejaring para aktivis mahasiswa untuk mengungkap para koruptor yang berada di banyak jabatan penting negara.
Kalau diterjemahkan, apa yang terjadi dalam film Gabbar nyatanya nggak jauh-jauh beda dengan realitas Indonesia kok. Permainan cukong yang mendanai pejabat atau orang yang sedang mengincar kursi jabatan sangat marak terjadi pada setiap Pilkada berlangsung.
Makanya, oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, perbuatan cukong yang merugikan tersebut disentil nih kemarin. Pak Mahfud sampai bilang begini, “Calon-calon itu 92 persen dibiayai oleh cukong dan sesudah terpilih, itu melahirkan korupsi kebijakan.” Busyet, langsung membidik angka yang nggak sedikit, sob.
Bayangin lho 92 persen. Artinya, bisa dipastikan, bahwa semua Cakada (calon kepala daerah) pasti menggunakan relasi dengan cukong untuk memuluskan langkah mereka memenangi kontestasi. Tentu saja, Pak Mahfud sebagai orang yang ahli politik hukum mengetahui dampak buruk kebiasaan ini, yaitu korupsi kebijakan.
Ya, memang kalau dilihat realitasnya begitu sih – seperti yang sering kita temui di media berita. Kalau nggak percaya, tanya aja noh sama mantan Bupati Cirebon yang kena operasi tangkap tangan (OTT).
Nah, itu berarti apa yang dikatakan Pak Mahfud MD nih nggak keliru. Namun, yang mimin ragukan, ini Pak Mahfud mengungkapkan fakta tersebut motifnya apa sih?
Kalau buat edukasi, seharusnya dijelaskan juga dong terkait apa sih sebenarnya yang menyebabkan si cukong ini mau memodali calon yang akan bertanding, sekaligus mengapa si calon ini butuh uang banyak sampai dibela-bela-in utang bermiliar-miliar begitu.
Pertanyaan begini nih yang harus dijelaskan juga oleh Pak Mahfud. Sebab, menurut mimin nih, sebenarnya bukan salah cukong sih memodali para calon, tapi salahkan noh partai dan biaya Pilkada yang mahal banget maharnya.
Kalau mau fair, watak pengusaha kan emang begitu, yakni mengembangkan bisnisnya lewat segala cara, seperti mengutangi dengan reward yang harus menguntungkan.
Ya, kebetulan aja ternyata yang datang ngutang tuh calon kepala daerah. Tentu saja semakin berkualitas arenanya, semakin berisiko pula reward-nya.
Itu mah sudah biasa. Kalau calon berani datang ke cukong, ya tentu mereka sudah siap melakoni risikonya dong. Dan, menurut mimin, risikonya nih berat, tapi kok ya calon masih berani. Ini kan tandanya calon lagi kepepet. Butuh uang deh gampangnya.
Ngomong-ngomong, secara sebagai seorang ahli politik hukum, tentu Pak Mahfud sudah memahami praktik ini sejak lama ya, sob. Tapi, kok kesannya ini seakan hanya lipstik saja, hanya pemanis bibir, cuy. Sebagai warga negara, kan kita juga menunggu tindakannya dari Pak Mahfud juga. Upsss. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.