Site icon PinterPolitik.com

Mengintip “Spotify Wrapped” Jokowi

mengintip spotify wrapped jokowi

Joko Widodo (Jokowi) (tengah) saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta menggandeng Slank dalam kegiatan Aksi Jakarta Bersih pada tahun 2013 silam. (Foto: VIVANews)

Akhir-akhir ini, banyak pengguna media sosial (medsos) membagikan “Spotify Wrapped 2022” di akun milik mereka. Bagaimana dengan “Spotify Wrapped 2022” milik Presiden Joko Widodo (Jokowi)? Apakah Jokowi juga memiliki akun Spotify?


PinterPolitik.com

“Every year, I get excited to share my summer playlist because I learn about so many new artists from your replies” – @BarackObama, Presiden ke-44 Amerika Serikat (AS)

This is that time of the year. Kalimat yang memiliki arti “ini adalah momen tahunan itu” merupakan kalimat yang makin sering muncul di timeline media sosial (medsos) saat bulan Desember tiba.

Gimana nggak? Di bulan terakhir ini, sering kali musim liburan semakin terasa. Libur Hari Natal, misalnya, menjadi salah satu suasana yang dinanti oleh banyak orang. Nggak hanya Natal, ada juga libur Tahun Baru guna menyambut tahun berikutnya.

Nah, selain hari libur, biasanya momen akhir tahun juga menjadi saat yang pas untuk mengenang apa saja yang terjadi selama setahun terakhir. Kilas balik atau flashback gini biasanya disebut sebagai kaleidoskop.

Berbagai perusahaan dan penyedia jasa akhirnya ikutan membuat kaleidoskop guna merayakan momen akhir tahun ini. YouTube, misalnya, biasanya membuat video bertajuk rewind dengan berbagai creator-nya.

Selain YouTube, ada juga Spotify yang akhirnya bikin “Spotify Wrapped 2022” – yang mana berisikan rekaman soal musik apa saja yang pengguna dengarkan. Nggak jarang, para pengguna pun akhirnya berbondong-bondong mengunggah rekaman “Spotify Wrapped 2022” mereka di akun-akun media sosial (medsos) mereka. 

Nggak hanya lagu, musisi, atau genre saja yang ada dalam “Spotify Wrapped 2022”, melainkan ada juga listening personality (sifat mendengarkan) atas musik-musik yang kita suka. Mirip dengan tes Myers–Briggs Type Indicator (MBTI), Spotify juga membuat singkatan seperti ENVC (exploration, newness, variety, dan commonality) yang diberi label sebagai The Early Adopter karena suka mendengarkan lagu-lagu baru yang populer.

Hmm, apa yang dilakukan Spotify ini sebenarnya bisa dijelaskan melalui tulisan Simon Frith yang berjudul “Music and Identity” dalam Questions of Cultural Identity. Dalam tulisan itu, Frith menjelaskan bahwa musik juga memiliki kaitan yang erat dengan identitas sosial.

Nah, jadi penasaran nih. Kira-kira, gimana ya listening personality para politisi? Presiden Joko Widodo (Jokowi), misalnya, ternyata punya profile sebagai artis di Spotify. Nggak hanya Pak Jokowi, ada juga Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang ternyata sudah pernah merilis album Harmoni (2011).

Boleh jadi, listening personality bapak-bapak politisi ini bisa terlihat dari discography mereka. Pak Jokowi, misalnya, menjadi featuring artist namanya pada sebuah single dari Slank yang berjudul “NgeSlank Rame Rame” (2014). Mungkin, dari sini, Pak Jokowi suka beramai-ramai dengan masyarakat kecil – tercermin juga nih dari kebiasaan blusukan beliau tuh. Hehe.

Nah, berbeda dengan Pak Jokowi, Pak SBY bisa jadi punya kecenderungan sifat tertentu bila dilihat dari albumnya tadi. Boleh jadi, Pak SBY ini lebih suka dengan gaya kepemimpinan yang mengedepankan pada harmoni antara banyak pihak – terlihat dari motto politik luar negerinya yang berbunyi, “million friends, zero enemies.”

Hmm, tunggu dulu. Namun, apakah mungkin para politisi ini benar-benar suka dengan musik-musik tersebut ya? Apakah benar Pak Jokowi beneran jadi fan sepenuhnya atas band Metalica? Bagaimana sih hubungan antara musik dan politik?

Soalnya nih, kata John Street dalam tulisannya yang berjudul ‘Fight the Power’: The Politics of Music and the Music of Politics, musik juga bisa berfungsi layaknya propaganda lho. Musik juga bisa digunakan untuk menunjukkan citra dan pengasosiasian atas politisi terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam musik tersebut.

Wah, kalau kata Pak Street benar, bukan nggak mungkin, para politisi ini bisa saja hanya menggunakan musik buat memunculkan citra yang diinginkan. Who knows, kan, ya? Ya, mungkin, kita lihat saja apakah benar preferensi musik dan preferensi kebijakan mereka sejalan apa nggak. Hehe. (A43)


Exit mobile version