Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini (Risma) kembali meluapkan amarahnya ketika bertemu dengan pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di Gorontalo. Mengapa menjadi penting bagi Risma untuk selalu marah-marah?
Fajar mulai menyentuh Kota Gorontalo di suatu pagi pada alternate universe Bumi-45. Tidak ada yang jauh berbeda dengan fajar-fajar sebelumnya.
Meski begitu, tanpa disadari, hari itu adalah hari yang berbeda bagi Fajar Sidik Napu sebagai pendamping Program Keluarga Harapan (PKH). Bagaimana tidak? Fajar akan menghadiri sebuah rapat pertemuan dengan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini (Risma).
Hati Fajar semakin berdebar-debar ketika mengetahu bahwa Bu Risma terkenal galak dan tegas. Maka dari itu, Fajar pun mempersiapkan berbagai bahan yang dibutuhkan sejak beberapa waktu sebelum hari H tiba.
Momen pertemuannya dengan Risma pun akhirnya terjadi. Dengan sikap siap untuk menjalankan tugasnya, Fajar membeberkan bagaimana penyaluran PKH di Provinsi Gorontalo.
Risma: Jadi, bagaimana, bapak dan ibu? Boleh saya mendengar laporan-laporan terkait penyaluran PKH di Provinsi Gorontalo?
Rusli: Baik. Sebelumnya, saya ucapkan selamat datang terlebih dahulu kepada Bu Mensos. Mungkin, laporan bisa dimulai dari Bapak Fajar selaku pendamping PKH.
Fajar: Baik. Terima kasih atas kesempatannya Bapak Rusli. Yang terhormat, Ibu Mensos Tri Rismaharini, kami di sini telah menjalankan penyaluran PKH kepada masyarakat yang membutuhkan. Namun, kami menemukan beberapa pihak yang belum mendapatkan PKH karena namanya dicoret berdasarkan data dari Kemensos.
Risma: Lho, lho, lho. Sek, sek. Ada nama yang dicoret dari data Kemensos? Benar ngono iku, Mas Fajar?
Fajar: Benar, Bu Risma. Alhasil, ada beberapa nama yang mendapatkan PKH sebesar nol.
Risma: Lah, ini nggak bisa dibiarkan ini, Mas Fajar. Masa iya yang nyoret namanya saya? Jangan ngawur lho, Mas. Apa iya ada yang sengaja nyoret dari Kemensos ya?
Baca Juga: Saatnya Risma Mundur dari Mensos?
Menyadari hal ini, Risma akhirnya berpikir ulang dan menimbang manuver apa yang akan dilakukannya selanjutnya. Risma pun meminta Rusli dan Fajar untuk menemuinya di luar ruangan.
Risma: Jadi, begini, Pak, Mas. Ini jadi tanda bahwa data kita ini masih semrawut dan ini nggak bisa dibiarkan. Yaapa kalau kita buat ini viral supaya orang-orang pada tahu kalau persoalan data Kemensos ini persoalan yang sulit? Kan, dengan seperti itu, masyarakat jadi aware – mirip dulu yang saya viral soal Taman Bungkul yang rusak. Jadi, masyarakat tahu siapa yang ngerusakin.
Rusli: Hmm, boleh juga ini Bu Risma. Bu Risma ini sudah seperti influencer aja serba viral. Nanti, Bu Risma mau datang ke podcast-nya Om Deddy ya?
Fajar: Iya tuh, Bu. Barang kali Bu Risma bisa ngeviralin dari podcast itu juga, sekalian jadi bintang tamu.
Risma: Halah, bisa aja kalian. Wes, cocok lah ya kita ini. Kalau udah merasa cocok gini ya tinggal tembak aja. Hahaha.
Risma, Rusli, dan Fajar akhirnya kembali masuk ke ruangan rapat guna membahas kebijakan penyaluran bantuan sosial (bansos) dan PKH.
Risma: Mohon maaf, bapak dan ibu. Silakan dilanjutkan, Mas Fajar.
Fajar: Iya, Bu. Jadi, benar kalau data Kemensos yang kami dapat ini namanya nggak ada. Apa sudah dicoret dari Kemensos-nya?
Risma: Apa?! Berani-beraninya kamu! Kamu bilang Kemensos yang nyoret? Saya nggak pernah lho ya! Tak tembak lho kamu!
Alhasil, luapan amarah Risma di Gorontalo ini pun viral. Mungkin, memang benar apabila persoalan apapun baru dapat perhatian serius apabila berhasil viral di media sosial (medsos). Namun, bukannya persoalan data Kementerian Sosial (Kemensos) yang mendapat perhatian, justru luapan amarah Risma yang menjadi sorotan. (A43)
Baca Juga: Risma vs Ahok, Tegas Mana?
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.