Setelah berbagai penolakan terhadap timnas Israel, FIFA akhirnya membatalkan perhelatan Piala Dunia U-20 di Indonesia. Ke manakah Indonesian Dream yang dicari-cari?
“Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia” – Nidji, “Laskar Pelangi” (2008)
Se-enggak-nya, begitulah potongan lirik lagu “Laskar Pelangi” (2008) yang di-nyanyiin oleh Giring Ganesha sebelum menjadi Ketua Umum (Ketum) PSI. PSI ya, guys, bukan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
Ya, terlepas dari Bro Giring yang sekarang udah jadi politikus, lirik ini sebenarnya punya makna yang dalam sih. Gimana pun, hal-hal yang besar – seperti memenangkan turnamen sepak bola dunia seperti Piala Dunia – dimulai dari mimpi.
Mimpi inipun bukan hanya dimiliki oleh mereka yang berkepentingan di organisasi olahraga seperti PSSI, melainkan juga mereka yang kini masih anak-anak yang menyaksikan berbagai laga sepak bola di benua Eropa yang jauh di sana. Sekecil apapun diri ini, mimpi besar adalah segalanya.
Mungkin, inilah kenapa kita kerap mendengar istilah “American Dream” di banyak film, gim, dan produk-produk budaya populer asal Amerika Serikat (AS). Istilah ini merujuk pada kesempatan terbuka bagi semua individu untuk mencapai kesuksesan yang mereka inginkan di tanah kebebasan AS.
Istilah “American Dream” sendiri dicetuskan oleh James Truslow Adams pada tahun 1931. Intinya sih, negara menjamin kebebasan dan kemerdekaan warganya untuk mencapai mimpi atas kesuksesan yang mereka inginkan.
Chris Gardner dalam film The Pursuit of Happyness (2006), misalnya, menjadi contoh bagaimana orang yang bermimpi besar bisa mencapai kesuksesannya dengan usaha yang keras. Padahal, Gardner yang diperankan oleh Will Smitth harus menghadapi banyak tantangan
Nah, itu kan kalau di Amerika ya, guys. Kalau di Indonesia, gimana ya? Apakah masyarakat Indonesia juga punya Indonesian Dream?
Mungkin, kita bisa menanyakannya ke Hokky Caraka, seorang pemain tim nasional (timnas) Indonesia U-20. Soalnya nih, dengar-dengar nih, Hokky merasa kecewa karena mimpinya untuk mewakili negaranya di Piala Dunia U-20 harus kandas akibat polemik politik.
Dengar-dengar sih, status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 dicabut oleh FIFA karena current circumstances – yang mana mengarah pada kontroversi penolakan timnas Israel. Sontak, Hokky dan teman-temannya pun marah dan kecewa.
Mungkinkah mimpi anak-anak Indonesia harus sirna akibat kontroversi-kontroversi politik? Haruskah publik terus menjadi korban ketika kebijakan publik yang penuh dengan intrik politik? Apakah mimpi tiada harganya di negeri ini? ☹ (A43)