“Menuduh tanpa bukti itu membahayakan bangsa, memecah bangsa, sehingga yang tidak bertanggung jawab, kita proses secara hukum”. – Rahmad Handoyo, Kader PDIP
Seri Harry Potter karya J.K. Rowling adalah salah satu karya novel seri paling sukses sepanjang sejarah. Hingga tahun 2018 seri novel tersebut telah laku sebanyak 500 juta kopi dan menjadikannya sebagai seri novel dengan penjualan terbanyak sepanjang sejarah.
Seri novel yang sudah diterjemahkan ke lebih dari 80 bahasa ini berkisah di seputaran sang tokoh utama, Harry Potter, yang adalah anak yang selamat dari Pangeran Kegelapan, Lord Voldemort. Singkat cerita, Harry waktu kecil selamat dari serangan Voldemort, yang pada akhirnya meninggalkan bekas luka seperti petir di dahinya.
Bukan angka 212 ya, kalau yang itu punya Wiro Sableng. Uppps. Hehehe.
Ternyata eh ternyata, bekas luka itu jadi kayak semacam “kutukan” gitu karena menjadi beban tersendiri yang harus dipikul Harry. Bekas luka itu memberinya rasa sakit dan ternyata juga menjadi penghubung antara dirinya dengan Voldemort. Jadi bagian diri Voldemort yang ada di dalam Harry juga. Bikin sakitlah bekas luka itu. Ngeri cuy kalau ada bagian dari diri orang lain ada dalam tubuh kita.
Nah, bicara soal kutukan Harry Potter itu jadi berasa relevansinya dengan kondisi yang tengah dihadapi oleh salah satu tokoh politik nasional saat ini. Iyess, dia adalah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Ceritanya, Mega saat ini kembali dituduh terkait dengan Partai Komunis Indonesia alias PKI. Tuduhan yang udah jadi kampanye hitam ini emang sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu. Berasa kayak semacam kutukan itulah.
Hal ini bikin kader-kader PDIP meradang. Mereka merasa Ketum mereka sudah diperlakukan dan diserang dengan fitnah yang sudah di luar batas. Mereka berharap ada sanksi yang bikin jera bagi orang-orang suka menggunakan isu seperti ini.
Hmm, emang sih tuduhan ini jadi ganjalan politik tersendiri bagi Mega dan PDIP. Tapi, ada faktor historis sebenarnya yang bisa dilihat untuk memahami mengapa “kutukan” PKI ini terus menghantui Mega dan PDIP.
Semuanya berhubungan dengan kiprah ayah Mega, Soekarno. Dulu, di akhir-akhir masa kekuasaannya, Soekarno memang “menggunakan” PKI sebagai alat politiknya untuk mendapatkan power yang lebih besar di pemerintahan. Nasakom lah istilahnya saat itu.
Apalagi, doi juga membubarkan Partai Masyumi yang saat itu jadi “musuh” PKI. Ditambah lagi muncul rencana Soekarno untuk membubarkan organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Beh, ramai bangetlah saat itu tensi politiknya.
Makanya, nggak heran, hingga kini ada “secuil” warisan keberpihakan Soekarno terhadap PKI yang akhirnya “terwariskan” pada Mega dan PDIP.
Wih, kalau udah kayak gini ceritanya, bakal nggak selesai-selesai nih warisan tersebut. Ibaratnya Harry Potter, butuh ratusan seri untuk sampai tamat. Uppps. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.