HomeCelotehMegawati Marah Pada Kutukan PKI?

Megawati Marah Pada Kutukan PKI?

Kecil Besar

“Orang yang enggak senang selalu bilang saya PKI, Pak Jokowi itu PKI. Nalarnya itu ke mana?” – Megawati Soekarnoputri


PinterPolitik.com

Isu Partai Komunis Indonesia alias PKI memang masih menjadi salah satu sentral pemberitaan di Indonesia dalam setidaknya 1 abad terakhir. Fiuhh, satu abad cuy, lebih malahan. Soalnya PKI sudah berdiri sejak tahun 1914 lalu.

Namun, diskursus tentang PKI di Indonesia – terutama pasca tragedi 1965 – umumnya sangat-sangat negatif. Isu ini selalu hadir kembali setiap tahunnya, dan bahkan kini dijadikan sebagai serangan politik kepada berbagai pihak.

Dua dia antaranya adalah terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Tuduhan terhadap Presiden Jokowi misalnya, muncul ketika Pilpres 2014 dan 2019 lalu. Isu ini jadi semacam kampanye hitam kepada mantan Wali Kota Solo itu.

Sementara untuk Megawati, partainya PDIP, masih terus dituduh sebagai partai yang “melindungi” tokoh-tokoh yang berkaitan dengan PKI. Nah, hal inilah yang membuat Mega gerah.

Dalam kesempatan memberikan arahan kepada calon kepala daerah beberapa hari lalu misalnya, ia meminta para calon kandidat itu melandaskan perjuangan politiknya pada Pancasila. Ia menyebutkan bahwa semua inspirasinya datang dari Soekarno – sosok ayahnya yang adalah proklamator kemerdekaan Indonesia yang pernah dituduh komunis.

Mega juga menyebutkan bahwa dirinya juga pernah dituduh komunis oleh banyak pihak. Walaupun menyebut dirinya tak masalah dan “kalem” terhadap tuduhan-tuduhan tersebut, namun bahasa politik Mega memang tidak bisa menutupi bahwasanya ia gerah dengan tuduhan-tuduhan tersebut.

Demikianpun kemudian tuduhan serupa yang dilayangkan pada Presiden Jokowi yang juga disebut komunis, menurut Mega itu di luar nalar dan tak masuk akal.

Baca juga :  Didit The Peace Ambassador?

Hmmm, sepertinya Bu Mega udah harus mulai menerima kenyataan bahwa ia sedang menghadapi semacam kutukan nih. Iyess, kutukan PKI itu sendiri.

Bagaimanapun juga, Soekarno pernah cukup dekat dengan komunisme ketika ia “mengawinkannya” dengan nasionalisme dan agama untuk menjaga kekuasaannya di awal kemerdekaan Indonesia. Nasakom – nasionalis, agama dan komunisme – demikian bagaimana Soekarno memformulasikannya.

Makanya, sebagai trah Soekarno yang mewarisi jalan politik sang proklamator, Mega sepertinya terdampak oleh kutukan nasakom ini. Walaupun platform politik partainya jauh dari pemikiran tersebut, namun identitas sejarah tak mudah untuk dilepaspisahkan.

Mungkin itulah mengapa serangan dengan isu PKI menjadi sangat mujarab digunakan terhadap Mega dan tokoh-tokoh yang ada di bawah sayap politiknya, dalam hal ini Pak Jokowi.

Oleh karena itu, sudah saatnya Mega dan PDIP mencari kunci untuk membalikkan kutukan tersebut. Bentuknya seperti apa? Entahlah, yang jelas bukan seperti ciuman pangeran impian pada putri tidur, atau seperti cinta sejati yang bikin The Beast berubah menjadi pangeran tampan ya. Uhhuyy. Itu memang bentuk pembalik kutukan, tapi dalam versi negeri dongeng. Hehehe.

Selamat mencari pembalik kutukan. (S13)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

It is Gibran Time?

Gibran muncul lewat sebuah video monolog – atau bahasa kekiniannya eksplainer – membahas isu penting yang tengah dihadapi Indonesia: bonus demografi. Isu ini memang penting, namun yang mencuri perhatian publik adalah kemunculan Gibran sendiri yang membawakan narasi yang cukup besar seperti bonus demografi.

Aguan dan The Political Conglomerate

Konglomerat pemilik Agung Sedayu Group, Aguan alias Sugianto Kusuma, menyiapkan anggaran untuk program renovasi ribuan rumah.

Nadir Pariwisata: Kita Butuh IShowSpeed

Kondisi sektor pariwisata Indonesia kini berada di titik nadir. Di balik layar kebijakan dan pernyataan resmi pemerintah, para pelaku industri perhotelan sedang berjuang bertahan dari badai krisis.