“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia” – Soekarno, Presiden pertama Indonesia
Gengs, ketahuilah kaum muda di mana pun tempatnya pasti memiliki derajat yang mulia. Kalau nggak, mana mungkin Tan Malaka sampai berucap soal idealisme pemuda. Pun mana mungkin Ben Anderson rela mencurahkan perhatiannya buat menulis buku Revolusi Pemoeda.
Lagian, coba deh kalian tengok di sektor mana pun. Pasti anak muda yang dijadikan primadona. Mau sepak bola sampai perusahaan, nama-nama anak muda yang dielu-elukan. Nggak percaya? Coba tengok Ajax Amsterdam yang banyak menelurkan bakat-bakat hebat sepak bola.
Pada musim kemarin saja, bursa transfer liga-liga top Eropa diramaikan oleh nama-nama pemain muda Ajax, seperti De Jong dan De Ligt yang santer dijadikan rebutan. Musim sekarang aja masih berlanjut tuh para peminat bakat muda milik Ajax, seperti Ziyech dan Van de Beek yang berlabuh di Liga Inggris. Artinya, dari itu semua, anak muda meski masih memiliki pengalaman kurang lengkap, namun mereka memiliki naluri alami untuk terus berkembang maju.
Bandingkan saja dengan para generasi tua. Lebih-lebih jika generasi tuanya sudah tahu nikmatnya dunia politik. Percaya deh pasti naluri bergerak mereka kurang ekspresif dan kreatif – banyak yang memuja status quo dan madzhab ‘untung dan rugi’.
Makanya di sepak bola Indonesia, para pemain senior tuh jarang diminati oleh klub-klub luar. Bukan sebab mereka nggak memiliki skill mumpuni, melainkan mereka sudah mengenal kenikmatan mempermainkan profesi. Jadi nggak heran dong kalau yang dilirik tim luar negeri tuh pemain sepak bola Indonesia yang masih muda. Begitu.
Hal tersebut tampaknya berkesesuaian dengan pendapat Ernest Prakarsa yang menyentil statement Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Sebagaimana yang diberitakan, Bu Mega sempat mempertanyakan soal sumbangsih anak muda – khusunya milenial – untuk Indonesia.
Nggak hanya sampai di situ, Bu Mega sampai tega memberikan label seolah pemuda Indonesia bisanya cuma demo, cuy. Tentu saja sebagai anak muda, Ernest Prakarsa, terdorong untuk angkat bicara. Dalam acara Mata Najwa, Ernest langsung mengomentari Bu Mega seperti ini.
“Mungkin Bu Mega terlalu bersemangat. Jadi lupa mungkin ada poin-poin seperti unicorn, decacorn, penghargaan e–sports internasional. Di era industri (digital) kreatif, milenial sebagai anak muda punya agility.”
Tuh kan, Bu Mega, sebenarnya bukan hanya demo saja skill para pemuda. Banyak kok prestasi anak muda yang membuat bangga Indonesia. Selain yang disebutkan oleh Ernest, masih ada yang lainnya.
Lha, dikira siapa sih yang menguasai bulu tangkis dunia? Ya, anak muda Indonesia dong. Terus juga, para delegasi lomba-lomba internasional dari Indonesia pun mayoritas anak muda.
Lagian, mimin ini kok heran sama Bu Mega. Bukannya ayahnya, Soekarno, sangat bangga dengan anak muda ya. Bahkan, waktu diculik oleh Soekarni dan kawan-kawan, Bung Karno nggak marah tuh – justru mengapresiasinya lewat pembacaan teks kemerdekaan seperti yang diinginkan oleh para pemuda Menteng tersebut.
Saking senangnya kepada anak muda, Soekarno sempat membuat quote legendaris berbunyi “Beri saya 10 pemuda, maka akan kuguncang dunia.” Please, Bu Mega, jangan lupa dengan quote sang ayah, ya. Upps. (F46)