Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri meminta agar jangan sampai PDIP nyungsep karena kasus-kasus korupsi. Tantangan apa yang dihadapi Mega untuk cegah PDIP nyungsep?
Bahasa merupakan cara bagi kita semua untuk saling berkomunikasi. Dengan bahasa, kita jadi bisa memahami apa yang dimaksud oleh lawan komunikasi kita. Selain itu, bahasa juga punya fungsi sebagai identitas sebuah kelompok suku bangsa hingga negara lho.
Nah, fungsi bahasa sebagai penjalin komunikasi inilah yang mungkin menjadi alasan bagi Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 untuk menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Dengan bahasa yang mempersatukan, tentu kita bangsa Indonesia bisa saling berkomunikasi menghimpun kekuatan untuk menuju kemerdekaan Indonesia.
Namun, bahasa Indonesia sendiri merupakan bahasa yang terbilang muda. Gimana nggak? Bahasa persatuan dan nasional kita ini merupakan turunan dari bahasa Melayu yang mengambil sejumlah serapan dari bahasa-bahasa lain – mulai dari bahasa Jawa, bahasa Belanda, hingga bahasa Arab.
Tentunya, bahasa Jawa menjadi salah satu bahasa yang menjadi sumber serapan bagi bahasa Indonesia. Pasalnya, jumlah penutur bahasa ini pun terbilang cukup besar.
Mungkin, inilah mengapa banyak politisi dan pejabat yang kerap menggunakan istilah-istilah dalam bahasa Jawa. Salah satunya adalah Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri.
Beberapa waktu lalu, Bu Mega memberikan sejumlah pesan bagi kader-kadernya di PDIP. Setidaknya, Bu Ketum ingin PDIP tidak nyungsep (jatuh) karena kasus-kasus korupsi yang menghantui – misal kasus korupsi bantuan sosial (bansos) yang akhirnya menjerat mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara.
Baca Juga: Menyoal Dendam Kesumat Mega
Hmm, masuk akal sih apa yang dibilang Bu Mega. Lagipula, siapa sih yang suka korupsi? Udah merugikan masyarakat, bangsa, dan negara, juga bisa merugikan partai politik (parpol). Bukan begitu ya, Bu Mega? Hehe.
Ya, mungkin, Bu Mega bisa tuh mencegah praktik-praktik korupsi dengan melakukan kaderisasi yang baik bagi anggota-anggota parpolnya. Mimin pernah ingat kalau Ketua DPP PDIP Puan Maharani juga pernah bilang kalau etika pejabat itu adalah cerminan kaderisasi parpol.
Ya, semoga aja kasus-kasus korupsi yang mencuat tidak benar-benar jadi cerminan kaderisasi parpol lah ya. Bisa-bisa kacau negara ini kalau itu bener-an hasil kaderisasi.
Eh, tapi, mimin juga ingin mengingatkan Bu Mega nih soal kata “nyungsep” itu sendiri. Soalnya nih, dalam bahasa Jawa, kata “jatuh” pun bisa memiliki banyak padanan lho.
Nyungsep misalnya memiliki arti “jatuh ke depan”. Kan, masih banyak padanan “jatuh” yang lainnya, mulai dari nggeblag (jatuh ke belakang), ceblok (jatuh dari atas), njungkel (jatuh terlempar), hingga njlungup (jatuh tersandung).
Hmm, ya, bagus sih kalau Bu Mega ingin PDIP dicegah agar tidak nyungsep. Tapi, jangan sampai juga parpolnya Bu Presiden ke-5 ini malah jatuh dengan model-model lain, entah itu nggeblag, ceblok, atau njlungup.
Apalagi nih, dengar-dengar, mulai ada perpecahan internal PDIP tuh setelah ada rumor kalau Bu Mega mau lengser. Kalau nggak percaya, coba aja Bu Mega tanya ke putra dan putrinya, yakni Mas Prananda Prabowo dan Mbak Puan. Hehe. (A43)
Baca Juga: Puan-Prananda Berbenturan atau Dibenturkan?
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.