“Siap hadir ke arena Munas Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI). Yakin usaha sampai (Yakusa) untuk membangun insan cita HMI” – Mahfud MD, Menko Polhukam
Dalam lintas sejarah perjuangan bangsa Indonesia, peran organisasi kemahasiswaan tidak dapat dipisahkan. Salah satunya adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) – organisasi mahasiswa yang berdiri pada 5 Februari 1947 di Yogyakarta.
Bahkan, Jenderal Besar Soedirman pernah berkata bahwa HMI bukan lagi akronim dari Himpunan Mahasiswa Islam, melainkan sudah berubah menjadi Harapan Masyarakat Indonesia.
Mungkin, ini juga yang menjadi penyebab begitu bergairahnya organisasi ini mewarnai setiap fase-fase gejolak kehidupan bangsa – mulai dari era Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi.
Hampir tidak bisa dihitung sebaran alumni HMI – baik yang ada di pemerintahan maupun di luar pemerintahan. Satu hal yang pasti adalah HMI dan alumninya selalu menjadi organisasi dan kelompok yang “seksi” untuk dijadikan komoditas politik.
Anyway, baru-baru ini, sempat viral unggahan foto Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang memperlihatkan kebersamaan bersama Anies Baswedan hingga Jusuf Kalla.
Mahfud memposting foto di sebuah bandara dengan latar pesawat yang akan berangkat menuju Munas Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (Kahmi) dan Forum Alumni HMI-Wati (Forhati). Munas Kahmi digelar di Palu.
Ya betul, mereka adalah tokoh-tokoh HMI. Bahkan, sedikit memberikan informasi, Mahfud saat ini menjabat Ketua Dewan Pakar KAHMI dan Jusuf Kalla sebagai Ketua Dewan Etik KAHMI.
Menariknya, pada caption unggahan foto Mahfud itu tertera slogan HMI, yaitu Yakusa akronim dari “yakin usaha sampai”. Lantas, untuk siapa slogan Yakusa itu, apakah untuk Anies?
Seperti yang kita tahu, setiap organisasi maupun kelompok pastinya punya slogan tersendiri. Biasanya, slogan atau semboyan itu menjadi alat untuk memupuk keakraban.
Lebih dari itu, sebenarnya slogan Yakusa mempunyai makna yang lebih politis jika digunakan dalam konteks Mahfud dan Anies. Sebagai sesama alumni HMI, tentu slogan bisa jadi alat untuk membuka ruang dialog di antara mereka.
Pasalnya, biasanya slogan dalam konteks politik memainkan peranan penting dalam mengonstruksi kesadaran politik individu dalam sebuah komunitas maupun organisasi. Lalu, pada gilirannya mempengaruhi arah preferensi politik.
Kesadaran ini dipengaruhi oleh adanya keterikatan ke dalam – yang dalam istilah sosiologi disebut dengan in– and out-group.
Yusnedi Achmad dalam bukunya Sosiologi Politik menerjemahkan in–group sebagai kelompok sosial tempat individu mengidentifikasi dirinya sendiri. Sementara, out–group adalah kelompok sosial yang dianggap individu sebagai lawan dari in–group-nya.
Seolah mempunyai daya sihir tersendiri, slogan Yakusa bisa jadi juga sebagai pertanda kalau Mahfud dan Anies bisa dipasangkan mewakili HMI untuk kontestasi politik 2024.
Meskipun, sebagai organisasi kemahasiswaan Islam tertua di Indonesia, HMI memang bukanlah sebagai organisasi politik, akan tetapi HMI memiliki kekuatan politik. Tentu, hal ini perlu dipertimbangkan.
By the way, ngomong-ngomong soal slogan nih, soal menciptakan slogan politik, Presiden Soekarno adalah ahlinya. Dalam setiap pidato, Soekarno selalu menyelipkan slogan yang punya akronim yang menarik dan menggugah.
Sebut saja, Tahun Kemenangan (Takem), Tahun Berdikari (Takari), Genta Suara Revolusi Indonesia (Gesuri), dan, yang paling sering dikutip orang, Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah (Jasmerah).
Kembali ke konteks Yakusa Mahfud, sampai saat ini belum ada respons dari Anies terkait slogan itu. Bisa jadi belum dilihat Anies, mungkin setelah dibaca pasti langsung dijawab, “Siap, Sen (senior). Merapat, Sen!” Uppsss. Hehehe. (I76)