“Perjuangan politik haruslah dalam koridor konstitusi. Harus dilakukan tanpa kekerasan” – Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan Republik Indonesia
Gengs, ada yang bisa bantu mimin menerjemahkan kalimat yang datang dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ini? Beliau bilang, “Saya selalu nonton karena ia adalah karya film yang bagus artistik dan dramatisasinya. Kalau sejarah PKI saya sudah tahu, sebab tahun 1965 saya sudah 8 tahun.”
Kalimat yang dicuitkannya via akun Twitter pribadi Pak Menteri itu muncul saat ia kerap ditanya tentang apakah pernah nonton film G 30 S PKI karya Arifin C. Noer. Kalau mimin memahami kalimat yang disampaikan Pak Mahfud sih kesimpulannya begini: sebenarnya Pak Mahfud menonton film itu ya sekadar nonton saja – bukan untuk belajar dari sejarah yang ditampilkan dalam film berdurasi 271 menit tersebut.
Ya, mungkin kayak omongannya ibu-ibu yang lewat di pasar begini, “Saya tuh cuma pengen melihat aneka sayur mayur saja. Soal beli, saya sudah punya langganan sendiri di dekat rumah.”
Hemmm, baiklah, mimin memaklumi. Apa yang kurang bisa mimin terima di akal yaitu kalau memang Pak Mahfud nggak niat mengambil sejarah dari film itu dengan dalih sudah mengetahui sejarah peristiwa PKI itu, lantas, kok nggak statement atau berkomentar mengenai data-data dalam konten film ya? Bukankah kalau Pak Mahfud berkomentar itu lebih bagus karena membuat sejarah tambah lebih gemilang toh, cuy.
Lagian nih, kita semua sudah tahu lah bahwa soal PKI ini masih banyak perdebatan. Satu pihak bilang begini. Pihak lainnya membantah dengan argumen begitu. Maka dari itu, kita kadang-kadang bingung kalau ditanya adik-adik angkatan sekolah tentang mana nih sejarah yang benar.
Andai kata Pak Mahfud benar-benar paham sejarah PKI ini, ya monggo menyatakan pendapat apa gitu lho supaya nggak begini terus sejarah kita nih.
Justru kalau Pak Mahfud diam, pikiran mimin bisa liar ke mana-mana nih dalam menafsirkan maksud Pak Mahfud. Jangan-jangan Pak Mahfud nih ber-statement ya hanya sekadar ber-statement saja. Kita lho juga nggak pernah tahu secara benar toh apakah Pak Mahfud nonton film itu atau nggak.
Ya, bisa saja statement doi tuh buat tameng dan mencitrakan diri biar dianggap oleh publik sebagai orang yang bersih dari tuduhan pro PKI. Sebab, kita tahu kan bulan September masuk Oktober tuh bulannya isu dan identifikasi antek PKI. Upps.
Apa mungkin dengan tidak memberi sikap jelas Pak Mahfud ini bisa lebih leluasa untuk dekat dengan golongan mana pun. Lagipula, ini terlihat kok dari bagaimana beliau bisa dekat dengan dua kubu yang berbeda.
Coba kalian ingat-ingat deh saat doi yang dikenal sebagai bagian dari Nahdliyyin tiba-tiba menyeberang ke ruang sebelah dalam Pilpres 2014. Selain itu, Pak Mahfud tiba-tiba juga bertemu dengan Haikal Hassan yang notabene beda kaki dengan pijakan warga Nahdliyyin.
Mungkin, Pak Mahfud begitu ya hanya sekadar membangun silaturrahmi dengan banyak orang saja. Tapi ya gitu, silaturrahmi kan pasti selalu memunculkan manfaat juga, entah manfaat apa yang diharapkan beliau. Hehe. (F46)