“Salat Tarawih bersama, mudik bersama, itu bukan pelanggaran hukum, tidak bisa dihukum. Tapi ada di dalam KUHP dan berbagai UU, seseorang yang melawan keputusan pemerintah dalam melaksanakan tugasnya bisa dijatuhi pidana”. – Mahfud MD, Menko Polhukam
PinterPolitik.com
Sebelum menjabat sebagai Menko Polhukam, Mahfud MD sering dianggap sebagai salah satu tokoh nasional yang cukup idealis dalam pemikiran-pemikirannya. Iyalah cuy, doi adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) – salah satu lembaga paling tinggi di negara ini. Doi juga adalah guru besar alias profesor Ilmu Hukum Tata Negara.
Artinya, di tataran ideal, bisa dibilang Prof Mahfud ini seorang negarawan sejati yang setiap kata-kata dan pandangannya selalu bertumpu pada kebenaran dan kepentingan banyak orang.
Tapi, semuanya berubah ketika negara api menyerang. Eh. Maksudnya ketika doi mendapatkan jabatan di pemerintahan ya.
Pak Mahfud kini ada dalam lingkaran politik kekuasaan, sehingga membuat pernyataan-pernyataan dan kebijakan yang digariskannya tidak bisa lagi dianggap tunggal dan selalu punya muatan politik di belakangnya.
Bahkan, mulai makin susah melihat idealisme tersebut ditampilkan dalam keseharian beliau. Sering kali pernyataan Mahfud malah menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Sebut saja ketika doi menyebutkan bahwa masyarakat yang masih memaksa untuk melakukan shalat Tarawih berjamaah di bulan Ramadhan ini bisa dipidana. Iyess, dipidana gengs.
Beberapa pakar hukum tata negara lain lalu menyebutkan bahwa masyarakat tak bisa dipidana karena kebijakan yang dipakai saat ini adalah pembatasan sosial berskala besar alias PSBB dan bukan kekarantinaan wilayah. Soalnya kalau kekarantinaan wilayah emang ada sanksi pidananya.
Nah, belakangan beberapa media yang sempat memberitakan pernyataan Mahfud tersebut mengklarifikasi bahwa konteks pernyataan doi adalah terkait ketentuan bahwa orang bisa dipidana dengan menggunakan KUHP jika melawan kebijakan pemerintah. Dan PSBB adalah kebijakan pemerintah.
Tapi gara-gara udah terlanjur heboh di pemberitaan dan media sosial, jadilah Mahfud MD makin negatif citranya. Apalagi, “melarang orang untuk Tarawih” – jika ingin disebut demikian – akan mudah digunakan dan digiring narasinya bahwa negara alias pemerintah berseberangan dengan agama. Kalau udah kayak gitu, beh dijamin pasti ribut berkepanjangan.
Tapi, pernah nggak sih bertanya, kenapa Pak Mahfud bisa jadi kayak sekarang ini? Apa benar seorang Mahfud MD memang tak murni idealis? Atau jangan-jangan Pak Mahfud udah kadung “terjebak” sama Pak Jokowi nih? Eh.
Pilihan yang terakhir sih boleh jadi juga. Doi kan bisa dibilang sebagai sosok yang gagal jadi wakil presiden. Padahal udah siap-siap dan ukur baju segala. Huhu. Jadi terjebak dalam kekuasaan eksekutif deh.
Intinya Pak Mahfud kudu lebih berhati-hati mengeluarkan pernyataan nih. Bahaya pak. Kalau dulu pena wartawan itu sering disebut benda yang paling tajam, kalau sekarang malah jarinya. Ngetik berita cuy. Hehehe. (S13)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.