“Ibu Megawati mengapresiasi tentang reformasi sistem hukum yang diinisiasi Prof Mahfud. Saya sedang di Subang saat itu ditelepon oleh Bu Mega. Prof Mahfud, Menko Polhukam kita, sudah memiliki konsepsi reformasi hukum. Supaya diundang di partai, diikuti seluruh kader partai dari DPD dan DPC. Maka di acara ini ada 441 DPD dan DPC seluruh Indonesia,” – Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP
Sejak kemunculannya di atas panggung politik, Mahfud MD menjadi sosok yang sering kali mencuri perhatian publik. Bahkan, sering kali sikap-sikap kritisnya selalu dijadikan sebagai panutan atau contoh bagi banyak masyarakat.
Mahfud dikenal dengan berbagai profesi – mulai dari politisi, akademisi, dan tentunya hakim konstitusi. Banyaknya profesi yang digeluti inilah yang membuat masyarakat paham dan mengenal dirinya.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan mengungkapkan dalam risetnya kalau Indonesia saat ini membutuhkan sosok elite seperti Mahfud MD yang dianggap sebagai tokoh yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan.
Menurut Djayadi, keberanian Mahfud dalam menyuarakan kebenaran layak diapresiasi. Posisinya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) juga strategis.
By the way, hal ini juga yang mungkin menjelaskan kenapa Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri begitu mempercayai Mahfud MD. Hal ini terlihat ketika Mahfud dipercaya untuk mengisi materi di Sekolah Partai PDIP.
Tentu, hal ini bukan hal yang biasa. Sekolah partai adalah lembaga internalisasi ideologi partai. Siapa yang menjadi pemateri tentunya dianggap sejalan dengan idealisme partai tersebut.
Bahkan, dalam pidato pembukaan di sekolah partai PDIP itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menyebut materi yang dipaparkan Mahfud bakal dijadikan bahan visi dan misi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan diusung PDIP.
Dalam pidato pembukaannya, Hasto bahkan dengan tegas menyebutkan bahwa Megawati yang meminta langsung agar Mahfud dihadirkan untuk berbicara di forum resmi partai.
Hal ini kemudian dianggap sebagai sinyal politik bahwa Mahfud bisa jadi menjadi salah satu dari alternatif kandidat untuk PDIP menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menyatakan hal yang sama dan menyebut Mahfud sebagai sosok komplit. Menjadi wajar jika, pada Pilpres 2019 silam, Mahfud dikabarkan hampir menjadi pasangan Joko Widodo (Jokowi).
Pandangan sebagai figur komplit ini sebenarnya merujuk pada pengalaman Mahfud yang sudah paripurna di berbagai lembaga. Sebut saja, tercatat Mahfud pernah berada di lembaga eksekutif saat menjadi Menteri Pertahanan (Menhan) era Presiden KH Abdurrahman Wahid, legislatif saat menjadi anggota DPR, dan yudikatif sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Anyway, dalam konteks keuntungan bagi PDIP, Mahfud dijadikan komoditas politik sebenarnya tidak hanya berhenti sebagai alternatif kandidat, melainkan bisa menjadi alternatif figur penyokong partai.
Dalam hal ini, Mahfud bisa menjadi sosok penyeimbang ketokohan Megawati di PDIP yang mampu menjadi tameng jika Megawati diserang. Toh, pembelaan Mahfud akan dianggap objektif karena dia bukan kader PDIP.
Jika ini benar terjadi, maka mitos bahwa pimpinan partai yang dianggap sangat dominan pengaruhnya, akhirnya mampu dinetralisir dengan munculnya figur lain yang punya sumbangsih pengaruh tetapi tidak mereduksi pengaruh pimpinan partai tersebut.
Saiful Mujani dan William Liddle dalam bukunya Kaum Demokrat Kritis: Analisis Perilaku Pemilih Indonesia Sejak Demokratisasi mengatakan sering kali partai politik terlalu bergantung pada figur sentral untuk menaikkan elektabilitas.
Padahal, dalam konteks demokrasi partai bisa saja menggunakan figur lain sebagai alternatif pendokrak suara. Tentu, manajemen konflik menjadi perhatian utama dalam memunculkan figur alternatif ini agar tidak menjadi semacam “senjata makan tuan”.
Hmm, ada benarnya sih Pak Mahfud itu paket komplit. Namun, bukannya paket komplit itu sering nggak laku ya? Hayo, ngaku siapa yang biasanya lebih milih paket yang lebih murah ketika makan di restoran cepat saji. Hehe.
Alih-alih membeli, orang-orang lebih sering mengagumi jika sesuatu itu terlalu komplit. Artinya yang “komplit” lebih sering dikagumi daripada dipilih. Upps. Hehehe. (I76)