Site icon PinterPolitik.com

Mahfud dan Pilihan Kata Sampah

Mahfud MD saat sertijab Menkopolhukam (Foto: Dery Ridwansah/JawaPos.com)

“Hari ini sayang aku akan pulang, berlabuh di dekap cintamu,” – Andien, Pulang


PinterPolitik.com

Kunjungan Pak Presiden Jokowi ke Canberra, Australia ternyata meninggalkan banyak kisah ya. Di satu sisi, ada cerita tentang pemindahan ibu kota Indonesia di mana Canberra disebut bakalan jadi perbandingan bagi proses tersebut.

Di sisi yang lain, ada juga kisah tentang Papua. Ada misalnya yang menyoroti Pak Jokowi yang menyalami seorang anggota Parlemen Australia, Adam Bandt, yang memakai pin bendera bintang kejora.

Selain itu, yang lebih banyak jadi bahan perbincangan adalah soal kabar tim dari pengacara HAM Veronica Koman yang memberikan surat kepada Pak Jokowi. Surat tersebut dikabarkan berisi data soal tahanan politik dan korban sipil yang tewas di Nduga, Papua.

Dalam data yang disampaikan oleh tim Veronica itu, disebutkan kalau ada 57 tahanan politik dan 243 korban sipil yang tewas selama operasi militer di Nduga sejak Desember 2018.

Dalam kondisi yang sangat ideal, data yang diberikan Veronica ini dapat menjadi masukan penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah di bumi cenderawasih tersebut. Meski demikian, tanggapan dari pihak pemerintah boleh jadi tak terlalu antusias kepada data-dara tersebut.

Menurut Menkopolhukam Mahfud MD, surat yang disampaikan oleh Veronica itu belum tentu sampai kepada Pak Jokowi. Lebih jauh, kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, kalaupun surat itu ada, “sampah sajalah itu”. Waduh.

Hmmm, sampah, sebuah pilihan kata yang gak lazim dikeluarkan oleh seorang menteri. Kok bisa ya Pak Mahfud memberikan kata-kata seperti itu? Apakah Pak Mahfud gak khawatir perkataannya jadi bahan perbincangan banyak orang?

Secara khusus, isu yang dibahas sendiri adalah isu yang sangat sensitif yaitu soal Papua. Apakah Pak Mahfud gak khawatir kata sampah yang ia gunakan bisa menyakiti warga Papua?

Bukannya apa-apa, isu Nduga ini sudah berjalan berlarut-larut, memakan banyak korban dan membuat seorang pejabat sekelas wakil bupati undur diri. Apakah Pak Mahfud gak memikirkan isu ini sebelum mengucapkan kata seperti sampah?

Kalau misalnya pemerintah merasa data dari Veronica masih perlu diverifikasi, bukannya  pemerintah bisa menjawabnya dengan data? Mengapa ya Pak Mahfud malah  bilang sampah?

Apakah mungkin ini terkait dengan Veronica sebagai pemberi data, sehingga kata sampah bisa terlontar? Tapi, bukankah terkadang kita bisa mengambil pesannya meski kurang sreg pada si pemberi pesan?

Ya, semoga aja kata sampah dari Pak Mahfud ini gak menimbulkan konsekuensi panjang ya. Tapi, kayaknya Pak Mahfud harus memilih lagi diksi yang tepat kalau memberikan pernyataan di depan publik. Bukannya para menteri kabinet udah sering disoroti biar gak bikin gaduh? (H33)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Exit mobile version