“Ramah sekali Presiden Prancis ini” – Warganet
Baru-baru ini, viral di media sosial (medsos) Presiden Prancis Emmanuel Macron yang terlihat menyempatkan diri “blusukan” di Bali usai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada 15 November 2022.
Dalam salah satu cuplikan video, Macron yang mengenakan kemeja putih dengan lengan yang digulung setengah terlihat menggendong seorang bayi perempuan memakai penutup kepala berwarna merah marun.
Aksi Macron ini langsung mendapat kesan positif dari sebagian warganet. Ada juga yang menyandingkan aksi Macron ini dengan aksi-aksi yang selalu diperlihatkan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Bertepatan dengan kesempatan itu, Jokowi sempat memperkenalkan budaya blusukan ke media asing yang hadir pada KTT G20. Jokowi menyampaikan siasat blusukan efektif untuk mendengar aspirasi masyarakat secara langsung.
Sedikit memberikan konteks, budaya blusukan ini sebelumnya telah Jokowi lakukan sejak masih menjabat sebagai Wali Kota Solo. Cara kerja ini berlanjut saat Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Anyway, muncul penilaian yang lebih “prejudice” terkait blusukan Macron. Ia dianggap punya kepentingan untuk menarik simpati masyarakat Indonesia yang secara kuantitatif merupakan negara Islam terbesar.
Hal ini tentu berkaitan dengan citra Macron dan Prancis yang minor terkait isu-isu tentang keberpihakan kepada kelompok Islam.
Hal ini dapat dilihat dari keputusan Macron untuk meningkatkan intensitas pemantauan masjid, mengakhiri impor imam dari luar negeri dan memeriksa anggaran masjid. Semua itu semakin menghilangkan anggapan kalau Perancis merupakan negara yang toleran.
Oleh karena itu, bisa jadi, terdapat kepentingan terselubung Macron dalam blusukan itu – tentunya untuk mengubah citra tersebut. Apakah itu berhasil mengubah pandangan warganet?
Mungkin, itu bukan tujuannya, melainkan untuk membentuk kesan yang melahirkan opini yang bernada positif itulah yang ingin dicapai.
Hal ini senada dengan argumentasi Pratiwi Astuti dalam tulisannya Freedom of Expression through Social Media and the Political Participation of Young Voters yang melihat peran media begitu penting membentuk opini sebagai instrumen politik.
Sebagai instrumen politik, medsos menyebarkan informasi secara sepihak tanpa memiliki kemampuan untuk meverifikasi fakta kebenarannya sehingga tidak penting pesan itu dapat mempengaruhi secara langsung penerimanya karena yang terpenting adalah pesan itu telah tersampaikan sebagai sebuah opini tersendiri.
Oh iya, terlepas dari semua motif Macron blusukan. Ada fenomena menarik lainnya yang berhasil ditangkap oleh warganet yang bernama Ayang Utriza – mengatakan bahwa ada dosen dari Prancis yang selalu mendampingi Macron yang terlihat di video tersebut.
Dosen tersebut bernama Prof. François Raillon yang ternyata telah memiliki karya penelitian terkait budaya Indonesia dengan judul Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia.
Hmm, jadi kepikiran, jangan-jangan blusukan ini tidak punya hubungan dengan kepentingan politik Macron di Indonesia, tapi hanya bagian dari tugas kuliah kerja nyata (KKN) dari Prof. Raillon untuk Macron. Uppsss. Hehehe. (I76)