“Sekali lagi saya imbau rapatkan barisan kita untuk hadapi perfect storm yang sekarang ini sudah mulai terlihat,” – Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves)
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, kembali hadir dengan seruan akan ada “badai besar” yang akan datang mempengaruhi ekonomi Indonesia.
Oleh karena itu, semua pihak diminta bersiap-siap terutama imbas kenaikan harga. Akan muncul resesi ekonomi pada tingkat global yang oleh Luhut disebut sebagai “perfect storm”.
Badai yang sempurna ini dipengaruhi oleh laju inflasi tinggi yang diikuti kenaikan suku bunga secara besar-besaran di banyak negara, termasuk Amerika Serikat (AS).
Wih, kayaknya ini peringatan “emergency” kayak di film-film gitu ya. Opung Luhut memang pandai kalau buat peringatan. Masih segar dalam ingat kita, ketika masa pandemi, Opung Luhut juga sering berikan peringatan.
Paling berkesan, ketika masyarakat diminta patuhi arahan pemerintah mengenai penanganan COVID-19 varian Omicron. Menurut Luhut, masyarakat harus mengikuti semua aturan pemerintah kalau masih mau hidup.
By the way, kok kesannya negara ini selalu berada dalam keadaan darurat ya? Sebenarnya ada nggak sih penjelasan terkait kedaruratan semacam ini?
Agus Sudibyo dalam bukunya Demokrasi dan Kedaruratan: Memahami Filsafat Politik Giorgio Agamben memberi kesan bahwa pandangan filosof Giorgio Agamben terhadap demokrasi terlihat begitu suram.
Sedikit memberikan informasi, Agamben merupakan filsuf yang berasal dari Italia, lahir tahun 1942, masih hidup hingga saat ini. Pada pokok-pokok pemikirannya, Agamben sangat dipengaruhi oleh filsuf Aristoteles, Martin Heidegger, Carl Schmitt, dan Michel Foucault.
Agamben melihat kita semua hidup diumpamakan seperti orang yang terkurung dalam sebuah kamp konsentrasi raksasa – diatur dengan hukum yang mengikat dan mengekang tetapi tidak melindungi.
Hak-hak kita diatur dengan rapi oleh seperangkat aturan atas nama hak asasi manusia. Keberadaan kita, kebutuhan kita, keamanan kita, dan bahkan kebutuhan kesehatan kita semuanya diatur melalui perangkat hukum dan undang-undang.
Kamp konsentrasi ini dikiaskan juga mirip dengan sebuah akuarium raksasa. Semua aktivitas di dalamnya terpantau mata malaikat yang memantau 24 jam seperti Big Brother dalam novel 1984 karya George Orwell.
Kamp besar itu bernama negara yang mempunyai kewenangan atas hidup warganya dan mengatur semua hajatnya. Negara mengeluarkan hukum dan mempunyai kekuatan untuk memaksa siapa pun untuk menaatinya dan menghukum siapa yang melanggarnya.
Tidak ada seorang pun yang berada di luar jangkauan hukum. Semua terjangkau oleh hukum itu sendiri tanpa terkecuali.
Tidak ada pengecualian selain negara itu sendiri. Ya, negara menciptakan hukum dan aturan. Namun, pada saat yang sama, negara berada di luar hukum – bahkan di atas hukum.
Hmm, mungkin itu hanya spekulasi pesimis dari Agamben tentang negara yang selalu berada dalam kondisi darurat. Semoga peringatan Luhut tidak sampai ditafsirkan sebagai upaya untuk membuat negara pada kondisi darurat semacam ini.
Peringatan-peringatan Luhut mungkin lebih layak kita umpamakan layaknya seorang navigator kapal laut. Beliau mampu memahami kondisi cuaca dalam mengarungi samudera.
Navigator tidak hanya menemani kapten saat mengemudikan kapal saja, melainkan juga mempunyai peran yang lebih dari itu yakni menjaga perjalanan agar aman.
Oh ya, ngomong-ngomong soal navigator andal, jadi ingat Laffitte yang jadi navigator bajak laut, Blackbeard, pada anime One Piece. Lafite ini sangat misterius loh, sehingga dijuluki Demon Sheriff.
Nah, kira-kira kalau Opung Luhut jadi navigator, bisa tebak nggak akan dijuluki sebagai apa? Hayooo loh, ada yang bisa berikan pendapat? Hehehe. (I76)