“Kita saat ini sedang melaksanakan pemurnian untuk menjadi emas yang berkadar 24 karat. Kita sedang diayak, kita sedang disaring,” – Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, Kepala kepolisian Republik Indonesia (Kapolri)
Baru baru ini, pernyataan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menyebutkan bahwa saat ini Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam proses pemurnian untuk menjadi “emas 24 karat” menjadi viral dan diapresiasi banyak pihak meskipun fakta di lapangan menunjukkan bahwa hal ini tidak mudah.
Langkah Sigit dalam membenahi internal Polri tak selamanya berjalan mulus. Beberapa kasus besar yang menghantam korps baju coklat juga menjadi atensi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebagian pihak melihat turbulensi ini bermula ketika terkuaknya drama Irjen Ferdy Sambo atas kematian Brigadir Yosua Hutabarat. Ini kemudian berlanjut hingga Tragedi Kanjuruhan dan, terakhir, kasus narkotika yang melibatkan Jenderal Bintang Dua Teddy Minahasa.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menilai bahwa kepemimpinan Kapolri Listyo berfokus pada tantangan di internal. Rentetan peristiwa – seperti pembunuhan Brigadir J hingga perkara narkoba Teddy Minahasa – merupakan contoh-contoh tantangan dari dalam.
Dampak dari persoalan internal Polri ini mengakibatkan merosotnya citra Korps Bhayangkara dibanding lembaga tinggi negara lainnya. Hal ini terbukti dengan munculnya kampanye dengan ‘#PercumaLaporPolisi’ yang seketika itu langsung menjadi trending topic di Twitter.
Selain itu bermunculan juga tagar-tagar tentang stigma yang melekat pada kepolisian juga memenuhi lini masa seperti “”1 hari 1 oknum”, “no viral no justice”, hingga “viral for justice”.
Anyway, perumpamaan Listyo tentang polri yang saat ini sedang dalam proses pemurnian untuk menjadi emas 24 karat. Merupakan ungkapan alegoris yang sarat akan makna.
Mungkin kita sering dengar ungkapan yang bilang, “emas itu di mana pun akan tetap menjadi emas,” atau misalnya, “bongkahan untuk menjadi karya yang mahal harus ditempa sedemikian rupa.” Semua ungkapan ini mirip dengan konsep etika eudaimonia dari Filosof Aristoteles.
Aristoteles dalam bukunya Nicomachean Ethic memberikan gambaran bahwa kehidupan manusia diwarnai dan dihiasi oleh bermacam-macam harapan dan tujuan. Salah satu dari harapan atau tujuan tersebut ialah kebahagiaan.
Kebahagiaan ini mengarahkan manusia untuk menjadi manusia bijak (phronesis), yang memiliki wawasan intelektual. Wawasan ini baru bisa efektif dalam mendukung hidup jika ditunjang oleh keutamaan etis.
Kebijaksanaan yang tidak tertanam kepribadian etis lama-kelamaan akan merosot menjadi oportunisme belaka.
Nah, keutamaan etis yang dimaksud yakni eudaimonia adalah sebuah sikap etis yang melihat penderitaan sebagai bentuk latihan manusia untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Well, segudang cobaan yang saat ini menimpa institusi Polri seharusnya ditanggapi secara arif dan optimis. Bisa jadi, benar kata Pak Kapolri Listyo kalau saat ini Polri sedang dipersiapkan menjadi “emas 24 karat”.
Menjadi emas berarti berkilau dan mempunyai nilai yang tinggi. Hmm, semoga saja setelah menjadi emas bisa benar-benar menjadikan martabat polisi semakin tinggi. Takutnya, pas sudah jadi emas, eh, harga emasnya lagi turun di pasar. Uppsss. Kalau itu, beda lagi ya. Itu emas yang diperjual-belikan. Hehehe. (I76)