“Selama kontrol dan pengawasan yang dilakukan proporsional dan objektif, maka sangat tidak beralasan pendapat yang memberikan stigma NKRI sebagai Negara Kepolisian Republik Indonesia” – Irjen Pol. (Purn) Sisno Adiwinoto, Pengamat Kepolisian
Perhatian publik masih sulit beralih dari kasus pembunuhan Brigadir Yoshua atau Brigadir J, yang melibatkan lembaga kepolisian dengan Irjen Ferdy Sambo sebagai otak dibalik kasus ini.
Bagaikan bola salju yang menggelinding lalu membesar, kasus ini tidak hanya mencoreng nama Sambo, melainkan juga instansi kepolisian secara umum. Hal ini terlihat dari banyaknya warga yang meneriaki polisi dengan julukan ‘Sambo’.
Dalam sebuah video yang berdurasi 24 detik, terlihat sekelompok warga yang berteriak nama Sambo saat kendaraan polisi melintas di jalan. Peristiwa ini semacam bukti saat ini warga bersikap seperti itu karena merasa kecewa dengan kepolisian.
Citra polisi mulai dipandang sebelah mata setelah fakta-fakta mengenai kasus penembakan Brigadir J terkuak. Kemarahan yang dipicu oleh rasa frustrasi warga sekan sulit untuk dihindari oleh pihak polisi.
Anyway, apa yang diperlihatkan oleh warga ini seolah selaras dengan sebuah konsep masyhur dalam psikologi yang dikenal dengan istilah frustration leads to aggression, yakni rasa frustrasi menuntun kepada perilaku agresif.
Frustrasi ini akibat dari efek domino atas peristiwa yang melibatkan masyarakat dengan Polri. Masyarakat meluapkan agresivitas mereka karena tahu telah dibohongi, timbul rasa kesal dan benci bukan hanya kepada oknum melainkan juga institusi Polri.
Apalagi dalam budaya Timur, khususnya Indonesia, di mana orang-orang lebih banyak memendam perasaan dan apa yang ada di dalam pikiran mereka. Dan ketika perasaan itu dilepaskan, maka akan terlihat meledak-ledak dan sulit dikendalikan.
Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Mahfud MD menyebut tindakan ini sebagai stigma negatif yang sebenarnya sejak lama melekat pada Polri, akibat banyaknya tindakan represif anggota kepolisian.
Tindakan represif itu berkaitan dengan upaya kepolisian dalam menangani kasus kejahatan dan kesewenang-wenangan terhadap masyarakat.
Tentu hal ini yang menyulitkan Kepala Kepolisian (Kapolri) Listyo Sigit Prabowo, dalam menguraikan benang kusut yang sudah terlanjur diwariskan dari generasi ke generasi pimpinan Polri.
Tindakan-tindakan itu menurut Mahfud, sering menjadi pemberitaan yang akhirnya dikonsumsi masyarakat. Kekesalan rakyat yang memuncak dapat mengakibatkan munculnya ketidakpercayaan, pembangkangan, dan perlawanan rakyat.
Oh iya, sedikit memberikan gambaran. Kalau stigma sering diartikan sebagai buah pikiran, pandangan dan juga kepercayaan negatif yang didapatkan seseorang dari masyarakat maupun lingkungannya.
Stigma biasanya berupa labelling, stereotip, separation, serta diskriminasi, dan stigma ini yang diciptakan oleh masyarakat saat melihat sesuatu yang buruk, menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya.
Hmm, jadi inilah yang menjadi tugas berat Pak Listyo sebagai Kapolri. Masyarakat sangat berharap kepolisian tetap menjadi alat negara yang berfungsi untuk menciptakan keamanan, menjaga serta mengayomi masyarakat. (I76)
Ini Yang Terjadi Bila Persia Kalahkan Yunani