Lato-lato – atau nok-nok, tok-tok, dan clackers – kini menjadi mainan yang tengah populer di Indonesia. Namun, tahukah kalian bila lato-lato pernah dilarang? Mungkinkah pemain lato-lato kena hukuman pidana berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru?
“Nok-nok saya bolanya ada empat. Nama tipenya: Pakujut Nok-nok” – Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat (Jabar)
Tok–tok. Lato-lato. Nok-nok. Clack-clack. Ya, apapun suara yang terdengar di daerah masing-masing, mainan satu ini memang sedang menguasai Indonesia. Mainan yang disebut lato-lato (clackers) ini merupakan mainan lama yang tengah populer kembali.
Kabarnya, mainan ini kembali populer berkat seorang anak yang berasal Sulawesi Selatan (Sulsel) bernama Arnol. Bocah yang kini mendapat gelar “Lord Lato-lato” tersebut pada akhir tahun 2022 lalu viral di sejumlah media sosial (medsos), khususnya TikTok.
Meski ada yang bilang mainan tradisional ini berasal dari Sulsel, sejumlah versi mengatakan lato-lato berasal dari Amerika Utara – seperti Amerika Serikat (AS) dan Kanada. Mainan ini pertama kali populer di sana pada tahun 1960-an dan tahun 1970-an.
Nah, tapi, tahu nggak kalau ternyata lato-lato ini malah dilarang di negara Paman Sam? Soalnya nih, mainan ini dinilai berbahaya. Berdasarkan putusan dari Pengadilan Distrik Timur Wisconsin pada tahun 1976, clackers dianggap sebagai mechanical hazard karena bisa mengenai anak-anak.
Waduh, kalau begitu, pemerintah Indonesia tampaknya juga perlu berhati-hati nih. Gimana pun, lato-lato juga bisa membahayakan anak-anak Indonesia.
Eh, tapi nih, ancaman seputar lato-lato kayak-nya bukan hanya dari sisi potensi hazard-nya lho. Bisa jadi, ancaman buat orang-orang Indonesia yang bermain lato-lato justru datang dari aturan baru yang disahkan oleh DPR RI pada awal Desember 2022 lalu.
Apa lagi kalau bukan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru? Apalagi nih, di awal tahun 2023 ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani KUHP yang baru sehingga bisa disahkan menjadi undang-undang (UU).
Nah, di KUHP baru tersebut, khususnya pada Pasal 265, diatur ancaman pidana denda sebesar Rp10 juta bagi mereka yang membuat berisik tetangga di malam hari. Nilai denda ini ditetapkan berdasarkan kategori II.
Hmm, kalau gitu caranya, apakah orang-orang Indonesia yang bermain lato-lato pada malam hari bisa kena denda Rp10 juta. Pasalnya nih, ketika tren lato-lato ini sedang ramai, banyak orang – baik anak-anak maupun dewasa – bahkan bermain lato-lato hingga malam hari tuh.
Hayoo, apakah perlu KUHP mengancam mereka yang sedang bermain lato-lato? Masa iya lato-lato yang harganya hanya sekitar Rp10 ribu malah berujung denda Rp10 juta? Kan, nggak worth it jadinya. Bukan begitu? (A43)