HomeCelotehLaga Kominfo vs Bjorka!

Laga Kominfo vs Bjorka!

Usai ramai kabar kebocoran data kartu SIM (Subscriber Identification Module), laga antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan peretas (hacker) bernama Bjorka ternyata masih berlanjut. Hingga kini, Bjorka masih membuat sejumlah serangan siber (cyber-attacks) kepada pejabat-pejabat pemerintahan.


PinterPolitik.com

“But once we all realize that we have this common enemy, then we unite on the basis of what we have in common” – Malcolm X, “Message to the Grass Roots” (1963)

Pernyataan dari seorang aktivis Afrika-Amerika bernama Malcolm X di atas setidaknya menggambarkan satu sifat manusia paling umum, yakni kehadiran musuh bersama (common enemy). Bisa dibilang, ancaman bersama selalu menjadi alasan utama dari berbagai pihak atau kelompok untuk bersatu.

Dalam beberapa franchise film dan komik pahlawan super (superhero) seperti Avengers dan Justice League, misalnya, musuh bersama selalu membuat mereka memutuskan untuk mengenyampingkan perbedaan-perbedaan yang mereka miliki. 

Iron Man dan Captain America yang berseteru dalam Marvel Cinematic Universe (MCU), contohnya memutuskan untuk mengabaikan perseteruan yang mereka lalui di masa lampau. Alhasil, mereka bersatu untuk menyelamatkan Bumi dari ancaman Thanos.

Ternyata, alur cerita dalam film-film seperti ini bisa dijelaskan dengan menggunakan pendekatan konseptual dan teoretis lho. Hans Haller dalam tulisannya yang berjudul The Common Enemy Effect under Strategic Network Formation and Disruption menjelaskan bahwa keberadaan musuh bersama memunculkan pola jaringan yang baru di antara kelompok atau pihak yang ada.

Dengan kehadiran ancaman atau musuh bersama, hubungan antar-jaringan yang sebelumnya dianggap mahal (costly) akhirnya terpaksa dibentuk. Mungkin, alasannya adalah untuk mengumpulkan kekuatan yang lebih besar.

Bjorka Fenomena Hacktivism

Nah, cerita-cerita yang biasanya ada di film-film pahlawan super ini tampaknya juga eksis di dunia nyata, khususnya di politik dan pemerintahan Indonesia. Gimana nggak? Kini, pemerintah – khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) – harus berhadapan dengan seorang peretas (hacker) bernama Bjorka.

Bjorka ini katanya sudah membobol sejumlah data pribadi para pejabat dan politisi – mulai dari data milik Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Menteri Kominfo (Menkominfo) Johnny G. Plate, Ketua DPR RI Puan Maharani, Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar (Cak Imin), hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Hmm, lumayan luas juga ya yang kena hack. Banyak dari nama-nama tersebut pun berasal dari kelompok dan partai politik (parpol) yang berbeda-beda.

Ya, mungkin, dengan kehadiran Bjorka ini, mereka yang berasal dari berbagai parpol dan kelompok ini akhirnya bisa bersatu untuk melawan ancaman peretasan ini. Sampai-sampai, mereka juga meminta agar pemerintah – khususnya kementerian dan lembaga terkait – untuk segera menyelesaikan persoalan perlindungan data pribadi ini.

Hmm, wajar sih kalau akhirnya mereka bisa cepat-cepat menelurkan kebijakan perlindungan data yang lebih baik. Kan, ini ancaman besar buat para pejabat dan politisi ini. 

Apakah ini akhirnya menjadi solusi buat mengakhiri polarisasi politik yang selama ini diklaim sebagai ancaman oleh para elite politik? Hmm, we do not know exactly. Yang jelas, Bjorka ini punya kemampuan untuk mempersatukan mereka yang sebelumnya selalu saling nyinyir. Hehe. (A43)


spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?