“Derivatif adalah senjata pembunuh masal dalam keuangan” – Warren Buffet, pengusaha asal Amerika Serikat (AS)
Gengs, pasti kalian percaya dong bahwa, dalam kajian ilmu politik, hal paling sulit itu kalau sudah masuk babagan perbandingan. Terkait apa pun itu – mau perbandingan sistem politik, perbandingan lembaga, dan konsep-konsep yang serba ribet itu. Pokoknya, kalau sudah perbandingan, pasti mumet bin njelimet dan bikin orang geleng-geleng kepala. Hehehe
Ini juga termasuk babagan ekonomi, perbandingan neraca, dan tetek bengeknya sangat menguras tenaga dan pikiran. Mimin nggak habis membayangkan betapa pusingnya orang-orang ekonom hidup dalam perbandingan grafik dan neraca seperti itu, cuy.
Kalau kalian masih nggak percaya kerumitan babagan perbandingan, tanya saja ke Pak Fuad Bawazier, Menteri Keuangan di bawah pemerintahan Soeharto-B.J. Habibie, dan Bu Sri Mulyani, Menteri Keuangan (Menkeu) kini yang senantiasa Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebagaimana pemberitaan, Pak Fuad dan Bu Sri nih terlibat adu wacana mengenai sudah atau belum Indonesia masuk ke dalam zona resesi, gengs. Awalnya, Pak Fuad ngegas berkata bahwa seharusnya Indonesia sudah masuk ke dalam resesi sejak bulan Februari tetapi, oleh pemerintah, hal tersebut dinilai ditutup-tutupi dengan memberikan data yang nggak sesuai metodologinya.
Bahkan, Pak Fuad menyoroti satu hal sih, cuy, yakni metode perbandingan antar-kuartal. Katanya, pemerintah keliru jika membandingkan kuartal kini dengan kuartal yang sama di tahun sebelumnya untuk mengetahui kesehatan keuangan negara.
Padahal, menurut kata Pak Fuad nih, di negara lain tuh bukan begitu cara perbandingannya. Lazimnya, pemerintah akan membandingkan kondisi kuartal dua dengan kuartal satu kemudian begitu seterusnya – bukan membandingkan dengan tahun sebelumnya.
Artinya, dari situ sudah jelas kan betapa metode perbandingan tuh penuh perdebatan. Ibarat kata, Bu Menkeu nih kayak Manchester City, sedangkan Pak Fuad seperti Manchester United. Keduanya sama-sama bertarung wacana. Bedanya, tarung Machester adalah soal identitas kota. Sementara, tarung Fuad-Sri soal metode siapa yang lebih relevan.
Ibaratnya nih, saat ini, di Indonesia sedang ada pertarungan hebat antara Menkeu-nya Pak Seoharto dengan Menkeu-nya Pak Jokowi. Keren nggak tuh? Keren lah pastinya.
Kalau memang begitu, mending mereka berdua ditemukan saja deh. Mungkin, Presiden Jokowi bisa memfasilitasinya. Karena, bagaimanapun, ini penting lho – sebab menyangkut urusan resesi atau tidaknya suatu negara.
Bayangkan saja. Apabila ternyata omongan Pak Fuad benar, berarti kan kita pada saat ini sedang ada di dalam keadaan resesi, cuy. Oleh karenanya, kita perlu segera menyesuaikan diri dengan kondisi resesi ini. Itu jika memang metode Pak Fuad yang benar.
Namun, kalau ternyata versi Bu Sri yang relevan, ya kita bisa tenang, sebab nggak perlu takut ada masalah yang melanda neraca ekonomi negara sehingga kehidupan kita bisa berjalan sebagaimana biasanya.
Nah, problem-nya kan sekarang kita nggak tahu mana yang benar. Makanya, saran mimin mending Pak Fuad dan Bu Sri harus ketemuan. Jangan lupa bawa asisten biar seru perdebatannya. Uppss. (F46)