“Mereka yang paling radikal mendukung revolusi akan menjadi kelompok paling konservatif sehari setelah revolusi terjadi” – Hannah Arendt, filsuf politik kelahiran Jerman
Gengs, bersyukurlah kita-kita nih yang punya wajah pas-pasan. Maksud mimin, nggak terlalu tampan pun juga nggak terlalu jelek. Selain itu, mesti ditambah dengan ‘nggak terlalu menarik perhatian’.
Pasalnya nih, dengan begitu, kita terhindar dari tatapan sinis Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi yang sempat melontarkan statement menggetarkan, sekaligus kabar buruk bagi orang-orang good looking.
Begini kata beliau, “Caranya masuk mereka gampang; pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan Bahasa Arabnya bagus, hafiz (hafal Alquran), mereka mulai masuk.”
Omongan pedas Pak Menag tersebut muncul saat ia menjelaskan tentang radikalisme yang saat ini sedang marak beroperasi di ruang-ruang publik. Pak Menag sih niatnya mungkin mau menelusuri dari mana sebenarnya radikalisme masuk di kehidupan kita ini. Namun, bukannya ngasih pencerahan, justru malah kesannya kayak komentator penampilan dalam lomba busana, sob.
Sekarang coba deh kita pikir apa hubungannya good looking sama radikalisme? Emang-nya ada ya press release dari lembaga peneliti yang memasukkan indikator penampilan sebagai embrio atau saluran merebaknya radikalisme? Mimin sih belum pernah tahu ya, gengs.
Pasalnya yang mimin tahu tuh indikator-indikator yang wajar-wajar saja gitu lho, seperti pendidikan agama yang kurang, siklus pertemanan yang monoton dan nggak terbuka, lingkungan yang tertutup, dan lain-lain.
Pokoknya nggak pernah dengar faktor penampilan. Itu kalau mimin sih. Nggak tahu deh sama Pak Menag dari mana bisa memunculkan variabel penampilan sebagai indikator seseorang tersebut jadi jembatan radikalisme apa nggak.
Jangan-jangan Pak Menag memang memiliki pengetahuan yang nggak bisa kita pahami ya, cuy. Out of the box bener kok ya Menteri Agama kita satu ini.
Mimin kok jadi ingat dengan film Terlalu Tampan ya, gengs? Meski mimin agak geli juga sih membaca judulnya, tetapi isi ceritanya nih agak mirip kalau dikontekskan dengan yang dimaksud oleh Pak Menag. Dalam film tersebut diceritakan tentang sosok siswa di suatu sekolah yang memiliki ketampanan luar biasa – padahal kalau mimin lihat B aja sih. Hehehe.
Nggak cuma tampan, doi juga good looking banget. Saking good looking-nya, sampai-sampai namanya pun mampu menarik perhatian. Bagaimana tidak? Namanya saja unik, yaitu Witing Tresno Jalaran Soko Kulino.
Nah, oleh banyak orang, ketampanan Mas Kulin dianggap merupakan anugerah tersendiri. Namun, hal itu tidak bagi doi. Justru, Mas Kulin merasa risih dengan ketampanan yang kerap kali sering membahayakan dirinya, gengs.
Kalau kita pahami, film itu sama kan dengan kondisi sekarang, ya. Bayangkan saja kalau ternyata statement Pak Menag itu mendapat pembenaran, maka yang ada orang-orang pada berlomba jadi B aja, tanpa skincare atau perawatan yang macam-macam tuh.
Tapi siapa coba yang bisa mengatur good looking atau nggak? Lha wong itu kan soal bawaan. Nah, ribet toh. Kalau kalian masih bingung, mending kita tunggu kelanjutannya dari Pak Menag. Hehehe. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.