“Ono cicak nguntal boyo. Boyo coklat nyekel godo. Ojo seneng nguntal negoro, mundak rakyatmu dadi sengsoro” – Kill the DJ, penyanyi rap asal Indonesia
PinterPolitik.com
Gengs, masih ingat lagu milik Marzuki alias Kill the DJ yang liriknya dikutip di awal tulisan gak? Lagu yang tenar sekitar 10 tahun yang lalu tiba-tiba melintas di telinga mimin e, cuy. Lagu itu mengingatkan kita pada konflik si cicak – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) – melawan si buaya ‘Polri’ yang dipotret oleh Majalah Tempo dari hasil mewawancarai Susno Duadji. Eks Kabareskrim Polri itu melempar kalimat yang menggelitik begini, “Cicak kok mau melawan buaya.”
Saat itu sih, banyak yang masih meragukan pernyataan Susno, sebab KPK ternyata berangsur menjadi lembaga yang dielu-elukan masyarakat. Sampai dengan tahun 2018 saja, KPK selalu berada di klasemen atas dan berhasil unggul dari Polri dalam beberapa survei tentang kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga negara.
Wih, emang sangar sih KPK dulu. Tapi itu dulu lho, ya. Seperti kata Andreas Nugroho, si motivator handal, “Dunia ini berubah dengan cepat.” Pun demikian halnya dengan klasemen lembaga-lembaga negara tersebut di mata masyarakat.
Nyatanya, untuk musim 2020 ini, peringkat klasemen KPK resmi berada di bawah Polri. Buyh byuh, apa perkataan Pak Susno mulai terbukti ya, semacam ramalan gitu. Upss.
Sebentar, mimin masih kaget sih sebenarnya. Kok bisa KPK yang pada tahun 2018 menurut Indonesian Corruption Watch (ICW) berhasil mengantongi 85 persen suara sehingga menjadi lembaga paling dipercaya publik, kali ini di tahun 2020 dari survei Indikator Politik melandai di angka 74,7 persen, dan berada di peringkat empat di bawah Polri.
Ya, mimin sih awalnya mencoba husnuzon. Jangan-jangan beda lembaga survei, beda metode dan hasil. Tapi tetap saja, hati kecil mimin bilang kalau hasil itu kayaknya memang pantas sih.
Dan, akhirnya, mimin mengerti sekarang. Mungkin, ini efek dari gejolak Revisi Undang-undang (UU) KPK di tahun 2019 dan proses pergantian kepemimpinan KPK.
Sudah begitu, ada lagi isu yang bikin hati mimin semakin mantap kalau KPK ini pantas berada di papan bawah, yakni pembicaraan gaji pimpinannya yang mau dilambungkan menjadi Rp 300 juta-an. Wow. Aduh, bundo, kinerja penangkapan Nurhadi – buron KPK dalam korupsi yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung (MA) – aja masih butuh waktu yang lama.
Masa gaji pimpinan udah ngebet pengen dinaikkan? Mending tuh gaji dibuat biaya operasional tim kan.
Sebagai bukti kecintaan mimin sama lembaga negara, kayaknya mimin perlu ngutip kalimat dari Chairil Anwar deh, “Ada yang berubah, ada yang bertahan. Karena zaman tak bisa dilawan. Yang pasti kepercayaan harus diperjuangkan”.
Nah, artinya, kalau memang KPK merasa prestasinya di depan publik kok melorot, tingkatkan kinerjanya. Ingat lho, ya, yang ditingkatkan tuh kinerja, bukan hanya anggarannya saja. Hehehe. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.