Site icon PinterPolitik.com

Kompolnas Bubar, DPR Juga Bubar?

Kompolnas Bubar, DPR Juga Bubar?

Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Mahfud MD (kedua kanan) berfoto bersama dengan Pimpinan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Ahmad Sahroni (kiri), Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa (kedua kiri) dan Anggota Komisi III Arsul Sani (kanan). (Foto: borneonews.co.id)

“Oh terserah, Bapak kan yang buat Kompolnas ada ini. Kan DPR yang buat. Kalau mau dibubarkan, bubarkan saja,” – Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam)


PinterPolitik.com

Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi III DPR RI dengan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang membahas kasus tewasnya Brigadir Nofryansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, mendapat atensi publik.

Dalam kesempatan itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang juga merupakan Ketua Kompolnas ex-officio dicecar soal keberadaan Kompolnas.

Mulanya, Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa mencecar Mahfud terkait tugas Kompolnas. Mahfud menjelaskan, tugasnya sebagai pengawas eksternal Polri sekaligus mitra.

Desmond lalu mempertanyakan soal bedanya Kompolnas dengan DPR. Ia menilai Kompolnas tidak begitu diperlukan jika kedudukannya hanya sebagai public relation (PR).

Menanggapi pertanyaan tersebut, Mahfud menyerahkan keputusan tersebut kepada DPR. Jika Kompolnas dinilai tidak bermanfaat, DPR dapat membubarkannya.

Pernyataan Desmon terkait fungsi Kompolnas, sebenarnya adalah keluh kesah sebagian masyarakat yang juga mempunyai penilaian yang sama tentang citra komisi-komisi independen yang dianggap  tidak terlalu banyak memberikan kontribusi.

Anyway, pendapat berbeda rupanya datang dari Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang tidak sepakat dengan ide pembubaran Kompolnas. Menurutnya, peran Kompolnas seharusnya diperkuat, bukan malah dibubarkan.

Tentu persoalan Kompolnas ini adalah salah satu contoh kecil dari persoalan yang lebih besar, yaitu polemik terkait tata negara kita pasca Reformasi 1998, yang mungkin sudah jadi polemik laten.

Pengamat sebut driver online adalah kelas revolusi baru

Jika ditelusuri lebih detail, perubahan Undang-Undang Dasar 1945 berimplikasi pada munculnya tebaran lembaga-lembaga negara independen atau mandiri (state auxiliary agencies) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Seringkali dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, lembaga-lembaga independen ini mengalami tumpang tindih peran dan pelaksanaan tugas dengan lembaga formal lainnya.

Lembaga-lembaga tersebut dibentuk dengan dasar hukum yang berbeda-beda. Ada yang berlandaskan konstitusi, undang-undang, bahkan ada yang dibentuk dengan keputusan presiden saja.

Nah, dasar hukum yang berbeda-beda menunjukkan bahwa lembaga-lembaga negara independen itu dibentuk berdasarkan isu-isu parsial, insidental, dan sebagai jawaban khusus terhadap persoalan yang sedang dihadapi.

Hal ini mengakibatkannya berjalan secara sendiri-sendiri dan tidak saling melengkapi satu sama lain. Hal ini mengabaikan visi awal mereka untuk menjadi lembaga yang ekstra legislatif, ekstra eksekutif, dan ekstra yudikatif.

Hmm. Jadi tujuan lembaga independen itu agar dapat lebih baik lagi ya? Soalnya kan mereka jadi lembaga ekstra dibanding lembaga yang lebih konvensional. Jadi mungkin usul Kiai Ma’ruf perlu dipertimbangkan sih. Alih-alih membubarkan, Kompolnas perlu diperkuat perannya melalui perbaikan-perbaikan.

BTW, kembali ke pernyataan Desmon. Kalau Kompolnas sebaiknya dibubarkan karena hanya jadi juru bicara, bukannya DPR lebih sering jadi juru bicara kelompok tertentu? Uppss. Hehehe. (I76)


Kenapa AS Seenaknya Ikut Campur?
Exit mobile version