“Jelas, Rocky Gerung walau hanya lulusan S1 tapi memiliki kapasitas keilmuan dan filsafat melebihi S3 dan professor. Argumen-argumennya sangat dalam dan mencerahkan. Sayang mitra debat tidak mampu melayani, akhirnya mengalihkan perhatian ke persoalan non substantif.” – Din Syamsuddin
Jika kita hadir dalam sebuah ruang diskusi – katakanlah di kampus atau bersama teman-teman sepantaran – kemudian sampai pada topik pembahasan dengan argumentasi yang sama-sama tak terbantahkan, kadang kala kita sering hilang akal dan berusaha menemukan cara untuk memenangkan perdebatan.
Nah, salah satu cara yang sering dilakukan adalah dengan menyerang lawan debat kita secara personal. Inilah yang sering dikenal sebagai argumentum ad hominem atau yang lebih banyak disingkat sebagai ad hominem.
Kondisi ini memang sering disebut sebagai fallacies atau kesalahan reasoning karena apa yang diungkapkan seseorang lebih bertujuan untuk menyerang karakter lawan bicara, ketimbang menyerang substansi dari argumentasi yang diungkapkan.
Hal inilah yang mungkin sempat terjadi dalam debat seru yang melibatkan pakar filsafat dan pengamat politik Rocky Gerung dengan Staf Menkominfo yang diwakili Henry Subiakto. Perdebatan kedua akademisi ini memang cukup seru dalam sebuah tayangan di salah satu stasiun TV.
Beh, ini mah udah kelewat batas serangannya. Sampai-sampai bawa-bawa latar belakang pendidikan segala. Buat yang belum tahu, keduanya kala itu berdebat tentang tudingan anggaran Rp 90,45 miliar untuk influencer yang menurut Rocky digunakan pemerintah untuk menutupi ketidakmampuan menangani masalah.
Nah, gara-gara serangan personal ini, sikap Henry tersebut disayangkan oleh banyak pihak. Salah satunya adalah Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin.
Din menyebutkan bahwa dirinya “merasa malu” karena ada guru besar yang karena kalah berdebat secara substansial, kemudian memilih jalur menyerang lawan debatnya secara personal.
Ia juga menyebutkan bahwa walaupun Rocky Gerung hanya lulusan S1, namun ia memiliki kapasitas keilmuan yang melebihi S3 dan professor. Argumen-argumennya sangat dalam dan mencerahkan – demikian kata Din.
Hmm, jadi Kominfo lagi-lagi kalah debat nih? Uppps.
Tapi ini sebetulnya jadi gambaran pemerintah secara keseluruhan sih. Kadang kala ketika tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan, cara yang dipakai pemerintah adalah menutup-nutupinya dengan jalan yang kadang kala cenderung mengarah ke fallacies alias tersesat. Ad hominem adalah salah satu caranya saja.
Yang jelas, perdebatan ini membuat citra Kominfo semakin buruk. Bukannya gimana-gimana ya, beberapa waktu terakhir emang hal-hal yang berhubungan dengan Kementerian yang satu ini rada bikin pusing. Mulai dari soal Netflix dan Telkom, hingga yang terbaru soal kemungkinan masyarakat nggak bisa lagi menggunakan layanan live di media sosial.
Duh, mungkin sudah saatnya Kominfo berhenti bikin gaduh. (S13)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.