Site icon PinterPolitik.com

Kok Jokowi Marah-Marah?

Kok Jokowi Marah-Marah?

Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Foto: indonesiaparlemen.com)

Lagi-lagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur pejabat  kementerian dan pemerintahan daerah soal prioritas belanja. Jokowi menilai belanja produk luar masih lebih tinggi dibandingkan produk lokal. Lantas, apa permasalahan utama persoalan belanja yang buat Jokowi marah-marah ini? 


PinterPolitik.com

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluapkan kemarahannya pada momen peresmian Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah tahun 2022 pada Selasa, 14 Juni 2022. Dalam sambutannya, Jokowi menyebut bodoh jika pemerintah masih belanja produk luar sedangkan dalam negeri rupanya juga ada.

Peristiwa Jokowi menyoroti belanja produk impor oleh sejumlah kementerian, lembaga dan pemerintah daerah bukanlah hal yang baru. Jokowi sebelumnya juga dibuat geram oleh anak buahnya yang lebih suka mengimpor barang dan menomorduakan pembelian produk hasil dalam negeri.

Bahkan Jokowi mengungkapkan secara gamblang bahwa ia tak habis pikir masih ada kementerian yang membeli kursi, meja, seragam, dan sepatu tentara dari luar negeri. Perlengkapan yang juga sudah tersedia oleh produsen lokal di Indonesia.

Oleh karena itu, Jokowi meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengawal jalannya program ini lewat Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP).

Jokowi

Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun sepakat dengan arahan Jokowi kepada pemimpin lembaga dan kepala daerah soal belanja negara. Bahkan Refly menyarankan agar diberlakukan sistem reward and punishment. Jika terdapat angka impor lebih tinggi dibanding belanja produk lokal, maka pimpinan lembaga harus diberikan sanksi, begitu pula sebaliknya.

Jika Refly merespons pada hal teknis, ekonom senior Rizal Ramli merespons dalam konteks managemen kepemimpinan Jokowi selama menjabat presiden.

Rizal Ramli yang juga mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, merasa heran kenapa presiden justru marah-marah, padahal ia seharusnya mengetahui kebijakan impor kementeriannya.

Bahkan di akhir komentarnya, Rizal menyayangkan kenapa bisa Jokowi tega berpidato seperti itu. Ungkapan “ngaca mbok ngaca” pun akhirnya terucap sebagai pesan agar Jokowi dapat berbenah diri.

Jika melihat, keheranan Rizal Ramli bukan tanpa alasan karena sudah beberapa kali RI-1 menunjukkan gestur politik seperti itu. Pada Desember 2021, misalnya, Presiden Jokowi menelpon Menteri Perdagangan M. Lutfi karena petani di Temanggung, Jawa Tengah mengeluhkan impor bawang putih di tengah panen. 

Menariknya, apabila kita melihat dokumen Outlook Bawang Putih tahun 2020 yang dipublikasikan Kementerian Pertanian (Kementan) di awal tahun 2021, Indonesia merupakan importer bawang putih terbesar di dunia berdasarkan data FAO pada tahun 2014-2018. Dengan kata lain, Presiden Jokowi seharusnya sudah mengetahui ada kebijakan impor bawang putih.  

Nah, di titik ini, jika mengacu pada literatur komunikasi politik, keheranan Rizal Ramli sepertinya mengacu pada praktik doublespeak (pernyataan ganda). Mengutip tulisan Stephanie Ericsson yang berjudul The World of Doublespeak, pernyataan ganda merupakan sebuah pemilihan bahasa yang seolah-olah memutarbalikkan fakta, menghaluskan bahasa, hingga mengaburkan pernyataan.

Ya, mungkin bisa dikatakan Presiden Jokowi sudah melakukan pernyataan ganda. Atau mungkin, ia tidak mendapatkan laporan yang semestinya dari para menteri yang menjadi bawahannya. Kita tidak tahu. (I76)


Jokowi
Exit mobile version