Site icon PinterPolitik.com

Kisah Gorosei dan Para Kades

kisah gorosei dan para kades

Ketua Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Surta Wijaya ketika memberikan sambutan di HUT Undang-Undang (UU) Desa ke-9. (Foto: Kumparan)

Sempat ramai meminta perpanjang periode sembilan tahun, sekarang para kepala desa (kades) menuntut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk Dana Desa menjadi 10 persen atau setara dengan Rp300 triliun. 


PinterPolitik.com

“Sepuluh persen ke depan harga mati dana desa dari APBN.”– Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Surta Wijaya 

Benar nggak sih guys kalau manga – komik yang berasal dari Jepang – pasti memiliki daya tarik tersendiri bagi pembacanya? Ya, bisa aja sih karena penyajian cerita yang dibuat dengan unsur gambar khas beserta teks di dalamnya yang menjadikan daya tarik visual tersendiri bagi para penggemar.

Manga tersukses pada penjualan terbanyak jatuh pada manga One Piece karya Eiichiro Oda. Manga ini rilis sejak tahun 1997 dan, sampai kini, serial One Piece masih terus berlanjut.

One Piece menceritakan kisah bajak laut dalam misi pencarian harta karun. Namun, dalam misi pencarian harta karun tersebut tidak hanya menceritakan petualangan dunia fantasi saja, terkadang, terdapat juga kisah yang bersinggungan dengan kehidupan nyata.

World Government atau istilah pemerintah dunia dalam series manga One Piece, misalnya, diceritakan sebagai organisasi politik yang sudah memerintah selama 800 tahun. Pemerintah dunia berhasil memerintah selama itu karena terdapat kendali besar yang dimiliki. 

Organisasi politik ini diperintah oleh gorosei – sebutan untuk lima tetua para petinggi pemerintah dunia – yang digambarkan sebagai kelompok entitas yang korup. 

Korupsi ini dilakukan berkaitan dengan pemungutan pajak yang tinggi terutama di beberapa daerah, hingga menyebabkan banyak kesengsaraan dan kemiskinan. Sementara, para gorosei menikmati hasil keserakahan mereka.

Hmm, jika membahas keserakahan gorosei, jadi teringat dengan kebiasaan para pejabat negara kita. Apalagi nih, sekarang muncul tuntutan yang diminta para kepala desa (kades) pada perayaan memperingati sembilan tahun Undang-Undang (UU) Desa yang diselenggarakan pada 19 Maret 2023 kemarin.

Pasalnya, para kades meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menaikkan dana desa menjadi sebesar 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) – setara dengan Rp300 triliun. 

Namun, jika melihat data laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2022, kasus korupsi sebenarnya masih paling banyak terjadi di sektor desa – mencapai total 155 kasus yang ditemukan dengan rincian 252 tersangka sepanjang tahun lalu.

Apakah ini berkaitan dengan kegagalan desentralisasi? Mengacu pada tulisan Promise of Good Governance dari Merilee S. Grindle, kegagalan desentralisasi desa terjadi terkait peningkatan kinerja dan responsivitas terhadap kebutuhan lokal masih banyak ditemukan kasus korupsi.

Kegagalan desentralisasi desa akibat korupsi yang merajalela menimbulkan inefisiensi, ketidakefektifan, ketidaktanggapan, dan adanya klientelisme (relasi kuasa antar-aktor politik).

Boleh jadi, ada alasan tertentu mengapa para kades menuntut Rp300 triliun yang dikatakan untuk pembangunan desa. Namun, jika peningkatan kinerja dan responsivitas terhadap kebutuhan lokal masih belum diutamakan, mungkinkah dana desa tersebut akan efektif jika dinaikkan 10 persen dari APBN?

Karena jika hanya menuntut kenaikkan dana APBN tanpa ada bukti nyata peningkatan kinerja, mungkinkah para kades ingin menyaingi para gorosei? Who knows? Hehe. (S85)


Exit mobile version