Politik internasional penuh dengan ketegangan. Di Ukraina perang sedang terjadi setelah Vladimir Putin memutuskan menyerang. Ada pula Kim Jong-un yang dengan sangat percaya diri menyebut militernya tidak terkalahkan. Apakah politik internasional ibarat taman kanak-kanak yang diisi anak kecil?
Siapa yang tidak mengenal Abdurrahman Wahid alias Gus Dur? Mungkin dapat dikatakan, Gus Dur adalah salah satu sosok paling ikonik yang dimiliki bangsa ini. Banyak yang mengatakan Gus Dur adalah pemimpin yang melampaui zamannya.
Jika berbicara soal Gus Dur, tentu tidak lepas dari membahas humor-humornya yang tajam. Salah satu yang paling terkenal adalah pernyataannya terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Keterangan saya tidak begitu dipahami karena memang enggak jelas bedanya antara DPR dan TK (Taman Kanak-Kanak),” ungkap Gus Dur pada 18 November 1999.
Kalau diresapi, pernyataan Gus Dur sebenarnya juga dapat ditujukan terhadap domain yang jauh lebih luas, yakni politik internasional.
Pada Februari 2020, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pernah menyebut ketidakpastian global yang terjadi sejak 2019 berkaitan dengan kebijakan yang dibuat oleh laki-laki. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mencontohkan Brexit di Inggris dan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang berimbas pada pelemahan ekonomi global.
Dalam perspektif feminisme, apa yang disampaikan Sri Mulyani bukan berkaitan dengan laki-laki sebagai gender, melainkan laki-laki sebagai sifat. Katrine Marҫal dalam bukunya Siapa yang Memasak Makan Malam Adam Smith?, menyebutkan perilaku aktor ekonomi yang selama ini ada di buku-buku teks ekonomi, tidak menggambarkan seorang perempuan, melainkan laki-laki.
Asumsi Homo Economicus atau makhluk ekonomi, misalnya, merupakan penggambaran maskulin yang menyebut manusia adalah makhluk egois yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Asumsi ini luput pada sifat-sifat kelembutan, seperti empati dan altruistik.
Kembali pada pernyataan Sri Mulyani. Yang dimaksud sebenarnya adalah sifat-sifat keegoisan masing-masing pemimpin negara. AS dengan egois memulai perang dagang agar Tiongkok tidak menyaingi mereka sebagai pemain utama ekonomi dunia. Kebijakan itu bahkan tidak memperhitungkan dampak luasnya terhadap perekonomian global.
Pada kasus-kasus terbaru, misalnya perang di Ukraina, keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menyerang sejak 24 Februari tentu sangat egois. Kalau kata Katrine Marҫal, ini sangat laki-laki.
Selain itu, ada pula pernyataan menarik dari Korea Utara (Korut) yang mengklaim militernya tidak terkalahkan. Korut meyakini dirinya sangat siap dalam menghadapi perang modern dalam bentuk apa pun. Pemimpin Korut Kim Jong-un juga bersumpah akan menjadikan militernya sebagai yang terhentikan.
Pernyataan ini tentu cukup menggelitik. Jika membaca pedoman perang yang paling mendasar, misalnya yang ditulis Sun Tzu dalam The Art of War, elemen paling vital dalam perang adalah logistik. Nah, pada kasus Korut, saat ini mereka sedang mengalami kelangkaan bahan pangan. Kebijakan luar negerinya yang tertutup juga memperparah keadaan.
Dengan demikian, katakanlah alutsista Korut sangat canggih dan tentaranya melimpah. Namun tanpa logistik yang cukup, mereka hanya akan jatuh dalam jurang kekalahan. Kim Jong-un perlu lebih memikirkan kesejahteraan rakyatnya.
Kembali pada Gus Dur. Jika dilihat, mungkin politik internasional itu ibarat taman kanak-kanak. Ini seperti anak-anak TK yang hanya memikirkan dirinya sendiri, egois, tidak ingin kalah, dan hanya ingin diakui.
Tidak hanya Putin dan Kim Jong-un sebenarnya, berbagai pemimpin negara lainnya juga demikian. Presiden AS Joe Biden, misalnya, alih-alih mengambil peran untuk mendamaikan Rusia dengan Ukraina, pernyataan-pernyataannya justru memanaskan suasana.
Presiden Prancis Emmanuel Macron bahkan pernah secara terbuka mengkritik retorika provokatif Biden di konflik Ukraina. Menurutnya, retorika panas Biden tidak akan berujung pada kedamaian.
Ya, itu lah kondisi politik kita. Tidak hanya di level domestik, di level internasional sepertinya juga penuh dengan sifat kanak-kanak. (R53)