HomeCelotehKetika Ridwan Kamil "Dimarahi" Luhut

Ketika Ridwan Kamil “Dimarahi” Luhut

Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (RK) alias Kang Emil bercerita bagaimana pengalamannya menangani pandemi Covid-19 di Jabar ketika jumlah kasus tengah melonjak. Bahkan, RK sampai bermimpi dimarahi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.


PinterPolitik.com

Di pagi yang suatu malam yang gelap, Riduan Kemil (RK) berjalan di sebuah hutan yang sangat sunyi. Kala itu, sebuah wabah menular tengah menghantui umat manusia di seluruh manusia.

Di tengah perjalanan, RK bertemu dengan sesosok bayangan. “Hei, kamu di sana, siapa kamu?” ucap RK sembari berusaha mendekati bayangan di gelap gulita hutan.

Langkah demi langkah pun terlewati. Semakin dekat, sosok seorang manusia mulai terlihat. Ternyata, oh, ternyata, sosok tersebut adalah seorang warga yang tidak mengenakan masker. 

Parahnya lagi, orang tersebut ternyata sudah terinfeksi dan mulai kehilangan kesadaran – alias mulai berubah menjadi zombie. Sontak, RK langsung lari seraya si zombie yang tidak mengenakan masker tersebut mengejarnya.

RK yang lari terbirit-birit pun kesulitan melihat lingkungan sekitarnya. Beradu dengan gelapnya hutan, RK tidak sadar bila di depannya ada akar pohon yang melintang. Alhasil, dia pun terjatuh.

“Aduh!” seru RK. Namun, ketika seruan itu terucap dari mulutnya, RK tersadar bahwa dia baru saja bangun dari tidurnya. Sesaat setelah terbangun, teleponnya pun berdering. “Mr. Jakawi is calling,” terlihat tulisan di layar ponselnya.


RKMoshi moshi, Jakawi-kun!

Jakawi: Halo, Kang RK. Bisa temui saya di kantor? Saya mau bahas soal penanganan wabah menular yang menyerang negeri Nusantara kita ini.

RK: Eh, baik, Jakawi-kun. Saya akan segera ke sana.


Baca Juga: Ridwan Kamil dan Filosofi Jengkol


Usai telepon itu tertutup, RK langsung segera bergegas untuk pergi ke Kraton Merdeka di Jayakarta. Namun, ketika memasuki kamar mandi yang licin, ia pun terjatuh kembali.

Baca juga :  Kejatuhan Golkar di Era Bahlil?

“Ya Allah!” seru RK kembali. Ia pun terbangun kembali. Kali ini, RK terbangun sembari menunggu di sebuah ruangan tunggu. Di pintu yang ada di hadapannya, tertulis nama Luhut Bin Pandjaitan.

Pintu itu mulai terbuka. Hati RK semakin berdebar-debar. Terdengar suara dari dalam ruangan, “Emil, silakan masuk!” Mendengar panggilan itu, RK tanpa pikir panjang langsung menuju ke pintu. Setelah memasuki ruangan itu, RK langsung melihat raut muka Luhut. 


Luhut: Emil! Kamu itu! Lihat statistik penularan wabah ini! Tinggi sekali!

RK: Wah, berapa meter, Pak, tingginya?

Luhut: Kamu itu! Masih bercanda aja! Mau kena marah dua kali?!

RK: Biar nggak stres, Pak. Hehe. Kalau kena marah lagi, jadinya 4L dong, Pak, yakni Luhut Lagi Luhut Lagi.

Luhut: Kamu ini di ruangan saya ya! Jangan mimpi. Ayo bangun. Bangun, Emil! Bangun! (suara Luhut semakin memudar dan tergantikan oleh suara alarm)


RK pun terbangun dan segera bangkit dari tempat tidurnya. Tidak lupa, sebagai individu yang sehat, RK melalukan latihan kecil – seperti push-up dan sit-up – sambil menyalakan televisi.

Dari televisi terdengar suara pembaca berita yang mengatakan, “Riduan Kemil kini dikabarkan menjadi salah satu calon paling potensial untuk menjadi…” Terkejut, RK pun kembali bertanya pada dirinya. Apakah ini sebuah kenyataan atau sekadar mimpi lagi? (A43)

Baca Juga: Ridwan Kamil dan Ambiguitas 2024


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?