“Dia yang akan memimpin negeri, harus punya partner yang bisa melengkapi” – Najwa Shihab, jurnalis asal Indonesia.
Gengs, pernah dengar pepatah yang bilang, “Sedangkan cacing diinjak bergerak apalagi manusia,” nggak? Nah, kayaknya dalam beberapa edisi, politisi kita tuh sering banget menjalankan pepatah tersebut.
Kemarin, Arief Puyono yang mencak-mencak mendengar statement Prabowo Subianto yang mengatakan pihak asing sebagai dalang di balik demonstrasi penolakan UU Ciptaker. Padahal sebelumnya, Bung Arief sangat patuh kepada Pak Prabowo lho.
Dan, kali ini, hal yang sama kayaknya kok kelihatan dalam relasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Pasalnya, kemarin Kiai Ma’ruf menegaskan perbedaan pendapatnya dengan Pak Jokowi terkait gelaran Pilkada 2020 saat diwawancarai Najwa Shihab.
Jika Pak Jokowi menginginkan supaya Pilkada 2020 tetap dilangsungkan di tengah pandemi, maka tidak demikian halnya sikap wakil doi. Kiai Ma’ruf justru lebih menginginkan agar Pilkada 2020 ditunda saja. Alasannya sih karena banyak mudarat atau hal buruk yang ditimpakan apabila Pilkada 2020 digelar saat situasi pandemi belum juga melandai.
Ini mengindikasikan Kiai Ma’ruf mulai berani menyuarakan apa yang ia anggap benar, cuy, semenjak beberapa kali ia tenggelam di bawah bayang-bayang Pak Jokowi. Atau mungkin juga ini kulminasi kejengkelan Kiai Ma’ruf sebab jarang sekali dilibatkan oleh Pak Jokowi.
Sampai-sampai, dalam suatu acara, Pak Jokowi menyebut nama Kiai Ma’ruf saja telat lho. Namun, tampaknya, motif kulminasi kejengkelan ini porsinya sedikit deh. Secara, beliau ini ulama yang tentu bisa mengolah batin, termasuk kesabaran.
Meski begitu, bukan berarti Kiai Ma’ruf nggak boleh berontak lho, sob. Ingat, ulama memang penuh kesabaran tetapi ulama juga dituntut supaya pandai memilih dan memilah serta memperjuangkan urusan umat.
Lha, kalau memang Pilkada 2020 memiliki efek mudarat, tentu Kiai Ma’ruf nggak mungkin diam lah, cuy. Ia sangat boleh untuk bersuara – sekaligus juga menunjukkan kepada publik eksistensinya dan jiwa berani yang menjadi cirri khas Kiai Ma’ruf semasa muda saat mencak-mencak bareng Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan teman-teman sejawatnya.
Hal itu simultan dengan pendapat dua organisasi ulama di mana beliau berasal, yakni Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Nahdlatul Ulama (NU). Dua organisasi tersebut kan sudah jelas menyatakan keberatannya atas digelarnya Pilkada 2020. Makanya, sebagai bentuk akomodasi, Kiai Ma’ruf sebagai ulama yang dituakan di dua organisasi tersebut juga menyatakan hal yang sama.
Minimal posisinya sebagai representasi kaum ulama tuh kelihatan. Selain itu, di ruang politik perlu lho mengingatkan Pak Jokowi bahwa Kiai Ma’ruf harus diperhitungkan. Secara, punya dua organisasi tuh sangar banget, cuy.
Mimin jadi ingat dengan pertempuran dalam film Crows Zero, di mana aktor sentralnya saling menunjukkan, “Ini lho massa yang kumiliki. Jangan macam-macam. Kalau mau mengajak kerja sama, harus sesuai porsinya.” Memang mantap, Pak Kiai.Hehehe. (F46)