Site icon PinterPolitik.com

Ketika Golkar Akrab dengan Anies?

ketika golkar akrab dengan anies

Duduk di kursi dari kiri ke kanan: Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Ketum Partai NasDem Surya Paloh, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK), dan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto pada acara buka bersama NasDem. (Foto: Tribun)

“Rumah tangga” Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) masih mengalami pasang-surut. Koalisi besutan Partai Golkar, PAN, dan PPP ini terus diterpa rumor pembubaran seiring dengan kehadiran Ketua Umum (Ketum) Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum (Ketum) Golkar di acara buka bersama Partai NasDem yang dihadiri oleh Koalisi Perubahan.


PinterPolitik.com

“Dengarkanlah wanita impianku malam ini akan kusampaikan janji suci satu untuk selamanya.” – Yovie & Nuno, “Janji Suci” (2007)

Seperti kata Yovie & Nuno di lagu “Janji Suci” (2007), janji suci adalah janji yang disampaikan hanya satu kali untuk selamanya. Bahkan, kalau sampai janji suci itu ditolak, bisa sampai membuat seseorang hancur.

Nah, kalau sudah membuat janji suci, seharusnya pihak-pihak yang terikat janji suci tersebut tetap setia dengan satu sama lain. Tapi, kalau sampai ada pihak yang mengingkari janji suci tersebut, bagaimana dong?

Pertanyaan ini sepertinya harus dipikir dalam-dalam oleh Airlangga Hartarto dan kawan-kawan. Pasalnya, Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar itu kegep makan-makan bareng Pak Anies Baswedan dan Koalisi Perubahan nih.

Padahal, bagi Wakil Ketum (Waketum) PAN Viva Yoga Mauladi, koalisi antara Golkar, PAN, dan PPP sudah terikat janji suci di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Lantas, bagaimana nasib KIB ke depannya? 

Akankah Golkar banting setir untuk ikut Koalisi Perubahan dan mengusung Anies sebagai calon presiden (capres)? Ataukah Golkar akan tetap setia dengan janji sucinya bersama PAN dan PPP?

Persoalan keluar-masuk koalisi memang sangat fluid di Indonesia. Hal ini bisa dipahami menggunakan sistem kepartaian multi-partai. 

Dalam bukunya yang berjudul Politics, Andrew Heywood menjelaskan bahwa sistem multi-partai adalah sistem kepartaian di mana terdapat lebih dari dua partai yang bersaing dalam politik elektoral. Implikasi dari sistem kepartaian yang seperti ini adalah menurunnya kemungkinan terbentuknya pemerintahan satu partai dan meningkatnya peluang terbentuknya koalisi antar-partai. 

Indonesia adalah negara yang mengadopsi sistem kepartaian multi-partai. Oleh sebab itu, menjadi sangat wajar bagi partai-partai politik di Indonesia untuk membentuk dan bergabung ke suatu koalisi.

Hal ini rasanya selaras dengan ucapan Pak Airlangga ketika dimintai keterangan atas maksud kehadirannya dalam acara buka bersama Koalisi Perubahan. Bagi Airlangga, koalisi yang besar akan menguntungkan Indonesia. 

Airlangga bahkan meminta masyarakat untuk menunggu tanggal mainnya dalam hal koalisi besar menuju Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Well, well, well, sepertinya kali ini, ancaman runtuhnya “rumah tangga” KIB cukup serius. Golkar seolah tidak ingin menutupi niatnya untuk menjalin hubungan dengan koalisi lain – padahal ada PAN dan PPP yang masih menunggu di rumah.

Melihat posisi Golkar yang lebih kuat dibandingkan dengan PAN dan PPP, bukan tidak mungkin Golkar dapat menduakan KIB. Saat ini, hanya waktu yang bisa membuktikan kesetiaan Golkar. 

Menurut kalian, kalau Golkar sampai mendua dengan Koalisi Perubahan, apakah PAN dan PPP akan memilih untuk bercerai dengan Golkar atau mereka mau dimadu? Seperti kata Pak Airlangga, kita tunggu saja tanggal mainnya ya. Hehe. (A89)


Exit mobile version