Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyesalkan perilaku anggota-anggota Kepolisian Republik Negara Indonesia (Polri) yang dianggap pamer kekayaan. Sementara, sebelumnya, putra Jokowi bernama Kaesang Pangarep juga sindir Polri.
“We all have that one friend…”
Kalimat yang tidak lengkap di atas merupakan salah satu potongan kalimat yang paling sering digunakan di jagat internet, khususnya sebagai meme. Kalian semua pasti pernah lah ya menemukan meme-meme demikian – setidaknya di laman-laman terkenal semacam 9GAG.
Misal, ada tuh meme yang bilang gini, “we all have that one friend whose laugh is funnier than the joke.” Artinya, tiap dari kita pasti punya tuh satu teman yang ketawanya justru lebih lucu dibandingkan lelucon yang dilontarkannya.
Selain itu, ada juga kalimat meme yang bilang gini, “we all have that one friend that won’t shut up.” Dalam hal ini, pasti ada tuh satu teman kita yang punya kebiasaan ngomong terus. Bahkan, cukup sulit menghitung momen-momen di mana ia hanya bisa duduk diam.
Nah, hal ini sepertinya juga berlaku dalam hubungan “pertemanan” di antara lembaga-lembaga negara. Gimana nggak? Akhir-akhir ini, tampaknya ada that one friend yang tengah jadi sorotan banyak pihak dan lembaga negara lainnya. Siapa lagi kalau bukan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)?
DPR RI, misalnya, kemarin menyesalkan pernyataan Polri yang menilai bahwa gas air mata tidak bisa menyebabkan kematian – bahkan pada jumlah tinggi sekalipun. Katanya sih, pernyataan itu dianggap nggak sensitif terhadap korban Tragedi Kanjuruhan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada awal Oktober 2022 lalu.
Nggak hanya DPR RI, rasa kesal tampaknya juga diungkapkan oleh Kaesang Pangarep, putra dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menanggapi cuplikan berita terkait pernyataan gas air mata tadi, Kaesang mengunggah sebuah meme bergambarkan dialog di antara dua orang.
Di gambar tersebut, terdapat satu orang yang melemparkan pertanyaan, “lu percaya kagak?” Sementara, satu orang lagi kemudian menjawab, “kagak.”
Hmm, anak Presiden aja udah sampai menyindir lho. Padahal nih, pernyataan Polri tersebut sebenarnya bisa menjadi bagian dari upaya yang disebut R.K. Weaver sebagai penghindaran kesalahan (blame avoidance) dalam tulisannya yang berjudul Politics of Blame Avoidance.
Menurut Weaver, strategi-strategi blame avoidance akan dilakukan oleh aktor politik untuk mengurangi situasi blame-generating – situasi yang mana kesalahan makin tidak bisa dihindari. Salah satunya adalah jumping on the bandwagon – yakni dengan mengikuti arus blame yang ada, seperti dengan ikut menyalahkan pihak yang disoroti.
Hmm, kalau begini caranya, Polri bisa-bisa menjadi that one friend yang makin menjadi perhatian banyak pihak, lembaga lain, dan masyarakat secara umum. Mungkin, blame dalam hal ini akhirnya sudah tidak bisa dihindari lagi.
Boleh jadi, dengan berbagai persoalan yang dihadapi oleh Polri kini – mulai dari kasus Ferdy Sambo, Tragedi Kanjuruhan, hingga sorotan Jokowi terkait gaya hidup Polri, berbagai blame yang mengarah ke lembaga tersebut menjadi mirip seperti Thanos, yakni inevitable (tidak terhindarkan). Hmm. (A43)