“Mohon maaf atas terjadinya salah penafsiran yang membuat ketidaknyamanan teman-teman media. Sekali lagi kami selalu butuh koreksi dari teman-teman media dan eksternal untuk perbaikan insititusi Polri agar bisa jadi lebih baik”. – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo
Kebebasan pers emang jadi salah satu poin penting dalam demokrasi. Tanpa kebebasan pers, demokrasi tidak akan berjalan baik karena kehilangan salah satu pilar utamanya.
Makanya, kalau pers mulai diatur-atur, pasti akan mendatangkan protes dari banyak pihak dan hal itu jelas akan melahirkan guncangan politik.
Setidaknya hal inilah yang terjadi dalam kasus permintaan maaf yang dilakukan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Pak Kapolri meminta maaf terkait surat telegram yang mengatur tentang pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan/dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik.
Baca Juga: FPI, Buah Kesalahan Soeharto?
Buat yang belum tahu, sebelumnya beredar surat telegram Kapolri yang meminta media untuk tidak menayangkan aksi kekerasan dan arogansi kepolisian. Akibatnya, muncul penafsiran banyak pihak yang menganggap telegram tersebut sebagai upaya untuk membatasi kebebasan pers.
Kapolri menyebutkan bahwa surat telegram tersebut sebenarnya ditujukan untuk media internal Polri, dan bukan untuk media eksternal. Kapolri juga bilang bahwa pihaknya selalu butuh koreksi dari media eksternal untuk perbaikan insititusi Polri agar bisa jadi lebih baik.
Kapolri juga menjelaskan bahwa semangat yang mendasari penerbitan telegram tersebut, yaitu agar jajaran kepolisian tidak bertindak arogan atau menjalankan tugas sesuai standar prosedur operasional yang berlaku. Lewat telegram itu, Kapolri menginstruksikan agar seluruh personel kepolisian tetap bertindak tegas, tetapi juga mengedepankan sisi humanis dalam menegakan hukum di masyarakat.
Soalnya, di media masih sering ada tuh tayangan yang menampilkan citra Polri yang arogan. Perbuatan arogan oknum polisi dapat merusak citra Polri yang saat ini sedang berusaha menuju untuk lebih baik dan profesional.
Kapolri juga menegaskan bahwa telegram itu bukan bertujuan membatasi kerja-kerja jurnalistik wartawan media massa terhadap kepolisian.
Hmmm, kalau udah dapat penjelasan kayak gini emang udah lebih mendingan sih. Cuma yang bikin Pak Sigit harus was-was, siapa sebenarnya yang membocorkan surat telegram tersebut ke masyarakat? Soalnya, kalau memang untuk internal saja, seharusnya tidak perlu dibuka ke publik kan?
Hayoo, hati-hati loh pak. Jangan sampai ada yang berusaha menjebak bapak. Uppps.
Apalagi posisi Pak Sigit sebagai Kapolri baru tentu jadi tantangan tersendiri dengan bawahan dan yang lainnya. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.