Linimasa di berbagai platform media sosial (medsos) dihebohkan oleh sebuah video TikTok dari akun @awbimaxreborn yang mengkritik kondisi Provinsi Lampung. Alih-alih membantu menyadarkan akan butuhnya pembenahan, seorang advokat bernama Ghinda Ansori malah melaporkan kreator konten yang bernama Bima Yudho Saputro tersebut.
“Kena lo” – @awbimaxreborn, TikToker asal Lampung
Kena lo. Soundbite inilah yang mungkin paling nge-gambar-in situasi yang dialami oleh seorang advokat asal Lampung bernama Ghinda Ansori.
Gimana nggak? Ghinda kini malah jadi bulan-bulanan para netizen setelah melaporkan seorang kreator konten TikTok bernama Bima Yudho Saputro – atau yang lebih akrab dikenal sebagai @awbimaxreborn di TikTok.
Bima sendiri menjadi viral akibat videonya yang mengkritik sejumlah kondisi yang ada di Provinsi Lampung. Menurut Bima dalam presentasinya, beberapa faktor yang menyebabkan Lampung sulit maju adalah infrastruktur yang terbatas, sistem pendidikan yang lemah, tata kelola yang lemah, dan ketergantungan pada sektor pertanian.
Kalau ditonton nih videonya, sebenarnya apa yang dijabarkan oleh Bima adalah kritik biasa yang berangkat dari keresahan masyarakat Lampung. Tapi, eh, kok malah dilaporkan oleh Ghinda yang dikabarkan bekerja untuk Gubernur Lampung Arinal Djunaidi.
Ya, jelas aja warganet langsung ikut komentar. Akhirnya, banyak tuh netizen yang malah mengrkitik balik Ghinda yang seakan-akan malah mau nge-bungkam kritik-kritik yang diungkapkan oleh Bima.
Padahal nih, mengacu ke tulisan Martina Vukasovic yang berjudul Theorizing Policy Capacity of Stakeholder Organizations, tingkat keberhasilan sektor publik justru ditentukan dari sebanyak apa pihak yang bisa terlibat dalam jalannya pemerintahan.
Ini kenapa kalau semakin banyak yang terlibat dalam kebijakan publik, kebijakan tersebut pun akhirnya bisa semakin mengakomodasi kebutuhan banyak kelompok. Nah, apa yang dijelaskan oleh Bima bisa aja malah bagus dong buat Pak Gubernur – jadi makin tahu problem apa aja yang ada di Lampung.
Lagipula, udah dibilang juga oleh Bima kalau bakal kena lo. Kenanya jadi kena beneran tuh. Sampai-sampai, fitur komen di akun Instagram Pak Arinal langsung dimati-in sesudah Bima viral.
Mbok ya daripada dilaporkan, mending Bima-nya dirangkul buat di-dengerin aspirasi masyarakatnya. Masa iya sampai Bima-nya dapat visa perlindungan dari negara tetangga? Kan, jadi malu juga tuh terkesan “pembungkam kritik” banget.
Yang jelas, pekerjaan rumah (PR) buat pemerintahan Pak Arinal di Lampung ini adalah bagaimana bisa meminimalisir kesalahan yang dilimpahkan masyarakat kepadanya. Coba tuh baca-baca tulisannya R. Kent Waever yang judulnya The Politics of Blame Avoidance. Ada banyak tuh cara-caranya supaya bisa ngurangin tudingan kesalahan dari publik.
Ya, soalnya sih, kalau diam aja dan malah melaporkan Bima, ujung-ujungnya jadi kena beneran lho, Pak. Wah, kena-lo-nya bisa berlipat ganda tuh. Bukan begitu? Hehe. (A43)