“Jangan sedih bila sekarang masih dipandang sebelah mata, buktikan bahwa Anda layak mendapatkan kedua matanya” – Mario Teguh, motivator asal Indonesia
Cuy, mimin yakin deh bahwa kalimat heroik dari para founding fathers republik ini tuh memiliki daya magis. Lha, betapa tidak? Wong hampir semuanya terbukti kok.
Salah satunya yang paling akrab di telinga kita ya, “Jangan sekali-kali melupakan sejarah,” atau yang lebih kita kenal dengan istilah jas merah dari Sang Proklamator, Bung Karno. Kalimat tersebut tampaknya sudah terdoktrinasikan ke dalam pikiran kita deh, termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi), cuy. Hehehe.
Presiden Jokowi sejak semula selalu menaruh minat terhadap hal-hal yang berbau sejarah – mulai dari sejarah yang bermesraan dengan kebudayaan lokal sampai sejarah yang nggak dari Indonesia tetapi memiliki keterikatan dengan negeri ini seperti kemarin saat Uni Emirat Arab (UEA) meresmikan salah satu nama jalan di Abu Dhabi bernama Jalan President Joko Widodo.
Itu jelas sejarah dong, cuy, karena akan menjadi monumen yang selalu dibicarakan dalam mata pelajaran ilmu sejarah – andai dimasukkan sih. Hehehe.
Selain sekadar monumen berupa jalan, ada satu hal lagi nih yang sangat menentukan proses perbankan ke depan, yakni merger tiga bank syariah di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi satu bentuk.
Tentu, ini ada dampak positifnya – baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Misal, BUMN langsung memiliki aset kumulatif sebesar Rp 207-210 triliun, cuy, dari penggabungan Bank Mandiri Syariah, Bank BRI Syariah, dan Bank BNI Syariah.
Sementara, jangka panjangnya, kita lihat saja deh sejauh mana Pak Menteri BUMN Erick Thohir mampu melejitkan wadah yang bersejarah ini. Hehehe.
Begini, cuy. Kita harus paham ya bahwa sejarah yang saat ini dijalankan oleh Presiden Jokowi sebenarnya tidak terlepas dari apa yang sudah pernah diciptakan di masa lalu karena, kata sejarawan kondang Maida Vale, kan memang begitu, cuy. Kita hanya mengulang saja.
Kalian sadar toh pasti ada kesamaan antara satu kejadian dengan kejadian lain, seperti Titanic yang tenggelam pada pelayaran perdananya dengan tenggelamnya kapal Vasa Swedia atau proses terbunuhnya Lincoln dengan Kennedy. Pokoknya, pada intinya sejarah Jokowi sekarang ini tidak terlepas dari sebuah pengulangan model.
Soal nama jalan, sebelumnya kan sudah ada jalan-jalan di luar negeri yang diambil dari nama tokoh Indonesia, seperti Soekarno, Hatta, Kartini, dan Munir. Demikian juga soal perbankan ini, gengs.
Presiden Jokowi bukanlah pertama dan satu-satunya presiden yang merangkul Islamisasi perbankan lho. Sebelumnya, ada Presiden Soeharto yang menjadi tokoh di balik tumbuh menjamurnya bank syariah di Indonesia.
Namun, sebenarnya apa ya, sob, kepentingan Presiden Jokowi dalam upaya menjadikan bank syariah di Indonesia ini merger? Ingin dipandang Islami oleh masyarakat Indonesia, atau hanya karena motif ekonomi karena valuasinya akan langsung besar ya?
Terlepas dari itu semua, harus diakui ya bahwa Presiden Jokowi tuh pinter banget menaikkan atensi publik kepadanya. Di tengah kondisi politik nasional yang panas, ia masih saja berpikir segar soal ekonomi. Wih. (F46)