Site icon PinterPolitik.com

Jokowi Siap-siap ‘PHK’?

Jokowi Siap-siap PHK

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sambil mengenakan masker dan face shield. (Foto: KSP)

“Saya meyakini martabat pekerja, entah dengan tangan atau otak mereka” – John D. Rockefeller, pendiri Exxon


PinterPolitik.com

Problem Indonesia nih benar-benar nggak ada habisnya, cuy, apalagi yang menyangkut dunia kerja. Beuh, bukan surut malah justru pasang terus.

Ngerinya lagi, anggapan para pekerja bahwa dengan berada di bawah label ‘negeri’ akan jauh lebih terjamin nyatanya juga nggak begitu terbukti. Ibarat sekolah, memang kalau sekilas dilihat ada sih perbedaan antara negeri dengan swasta, seperti biaya dan prestise.

Tetapi, itu mah cuma residu belaka, saat tambah dalam membandingkan justru perbedaan antar keduanya kabur. Sama-sama ada ujian akhir, dan punya sanksi pendepakan. Pun demikian dalam dunia kerja, instansi pemerintah bukanlah jaminan akan bebas dari ketakutan.

Setidaknya, begitulah yang langsung melintas di pikiran mimin saat mengetahui berita tentang rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghapus 18 lembaga. Lewat anak buah kepercayaannya, Moeldoko, disebutkan bahwa 18 lembaga tersebut di antaranya merupakan Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia), Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan (BSANK), Badan Restorasi Gambut (BRG), dan lain-lain.

Lebih lanjut, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) itu mengumbar alasan pemerintah, yakni supaya lebih irit anggaran dan kapal pemerintah bisa melaju kencang. Jujur saja mimin sih nggak membantah alasan pemerintah. Tapi, kalau alasan sekadar urusan efektivitas kerja dan efisiensi biaya, kayaknya jangan pakai analogi kapal.

Secara begini lho, cuy, analogi kapal bakal cepat melaju dengan perampingan penumpang ini nggak ‘in’ banget dalam kehidupan. Lha wong, nyatanya kapal Nabi Nuh saja bisa sangar dan terkenang kehebatannya justru sebab mengangkut banyak makhluk.

Jadi, menurut mimin, urusan laju kapal pemerintah ini bukan melulu berkaitan dengan berapa lembaga yang menumpang, tetapi sejauh mana kapal pemerintah itu kokoh buat mengangkutnya, pun apakah nakhoda kapal cukup cerdas dan tegas terhadap para “penumpang gelap”.

Selanjutnya, kalau kaitan dengan biaya instansi, mimin mungkin sepakat sih. Meski begitu, mbok ya pemerintah juga memikirkan biaya hidup yang sekira bakal dipikul oleh para pekerja yang kehilangan sumber pencaharian. Mimin jadi ingat quote dalam film Jokowi (2013) bahwa menolong orang harus didahulukan.

Mampukah kapal pemerintah di bawah kendali Presiden Jokowi mengatasi ketakutan yang sedang melanda para pekerja di bawah 18 instansinya? Okelah kalau Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) Tjahjo Kumolo sudah menjamin kalau tidak akan ada pemecatan, atau bahasa swastanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tetapi jaminan itu dilemparkan hanya kepada para PNS. Lantas, gimana dong nasib yang non-PNS, Pak?

Lebih-lebih, jika menilik laporan BRG tahun 2018, lembaga ini mempunyai 199 staf dengan komposisi PNS hanya 15,08%. Berarti ada 169 staf yang berpotensi jobless, cuy, setelah pembubaran lembaga.

Ada kemungkinan komposisi ini sama di lembaga lain. Bayangin, ambil rata-rata 100 orang setiap lembaga, banyak banget kan yang akan menjadi pengangguran.

Sekali lagi, mimin nggak masalah kalau 18 instansi akan dibubarkan karena mimin paham kok dilema pemerintah, apalagi di musim Covid-19 yang telah memorak-porandakan anggaran negara.

Namun, bagaimanapun juga, solusi harus ditawarkan lah, ya. Apakah pegawainya akan dimutasikan ke lembaga lain yang masih memiliki ruang lingkup dengan lembaga yang dibubarkan? Kalau iya, apakah itu berlaku untuk semua pegawai? (F46)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Exit mobile version