Site icon PinterPolitik.com

Jokowi Setengah Hati Restui Prabowo?

Jokowi Setengah Hati Restui Prabowo?

Presiden Joko Widodo bersama dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (Foto: ANTARA/Setpres Agus Suparto)

Kantor Staf Presiden (KSP) mengingatkan para menteri untuk fokus dan disiplin membantu agenda Presiden Jokowi, bukannya bekerja untuk kepentingan pribadi. Menariknya, yang merespons pernyataan ini adalah Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. Apakah ini sinyal Presiden Jokowi kurang merestui Prabowo Subianto maju di Pilpres 2024?


PinterPolitik.com

Sangat menarik melihat hubungan Joko Widodo (Jokowi) dengan Prabowo Subianto. Setelah menjadi rival sengit dalam dua gelaran pilpres, sekarang keduanya justru berada dalam satu gerbong politik dan terlihat begitu akrab.

Beberapa waktu yang lalu, ketika Presiden Jokowi bertanya kepada empat orang menteri – yakni Erick Thohir, Airlangga Hartarto, Sandiaga Uno, dan Prabowo – jawaban sang Menteri Pertahanan (Menhan) tampaknya yang paling menarik. Jika tiga menteri lainnya menjawab lugas “akan maju”, Prabowo justru menjawab “seizin Jokowi”.  

Jawaban itu dengan jelas merupakan simbol etika politik yang baik. Meskipun Prabowo lebih tua 10 tahun, sang mantan Danjen Kopassus menghormati Jokowi sebagai bosnya saat ini. Dalam perspektif yang lain, pemilihan diksi itu juga mengafirmasi kehangatan hubungan keduanya.

Namun, ada gestur politik menarik dari Istana yang tampaknya menjadi penguji kesimpulan tersebut. Pada 10 Mei, Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengingatkan para menteri agar patuh, tegak lurus, dan disiplin dalam menjalankan agenda-agenda presiden.

“Jadi sudah sepatutnya posisi menteri dipergunakan semaksimal mungkin untuk membantu jalannya agenda presiden demi kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan yang sifatnya pragmatis dan personal, bahkan mengarah ke konflik kepentingan,” ungkap Jaleswari.

Yang menarik dari pernyataan itu, yang memberi respons justru dari Partai Gerindra. Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa Prabowo tidak memanfaatkan jabatannya untuk melakukan kampanye.

“Selama ini kalau Menteri Pertahanan, Pak Prabowo sebagai pembantu presiden fokus membantu kerja-kerja dari presiden dan tidak pernah melakukan kampanye,” ungkap Dasco pada 11 Mei.

Konteks respons terbuka ini sangat lah menarik. Pasalnya, jika meminjam konsep dramaturgi dari Erving Goffman, front stage atau panggung depan politik (respons terbuka) ditujukan sebagai tontonan publik. 

Dengan kata lain, besar dugaan ada intensi dari Dasco agar publik tidak mengaitkan pernyataan Jaleswari kepada Prabowo. Apalagi, sebelumnya Prabowo disebut melakukan safari politik ketika melakukan halal bihalal ke sejumlah tokoh penting di berbagai daerah. 

Nah, jika kita menggunakan perspektif politik Jawa, interpretasi yang didapatkan akan lebih menarik. Dalam politik Jawa, raja kerap kali tidak mengeluarkan pernyataan atau sikap secara eksplisit, melainkan secara samar atau melalui perantara.

Presiden RI dan Politik Jawa

Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As’ad Said Ali dalam bukunya Perjalanan Intelijen Santri menggambarkan sikap politik itu dilakukan oleh Presiden Soeharto. Menurut As’ad, itu membuat lingkaran kekuasaan Soeharto tidak berani memberikan kritik dan saran secara terbuka. 

Disebutkan, bahkan diamnya Soeharto juga merupakan sebuah jawaban. Butuh kedekatan emosi khusus untuk memahami bahasa tubuh sang Jenderal Tersenyum.

Tidak hanya Soeharto, berbagai Presiden RI lainnya juga disebut berbagai pihak menerapkan politik Jawa. Aris Huang dalam tulisannya Jokowi-Prabowo political reconciliation as Javanese strategy, menyebut dominasi Jawa di Indonesia telah membentuk lanskap politik yang membuat Presiden RI berperilaku seperti penguasa-penguasa Jawa. 

Menurut Aris, karena Jawa merupakan budaya mayoritas di Indonesia, setiap analisis politik Indonesia tidak boleh dilepaskan dari unsur-unsur budaya Jawa.

Jika Presiden Jokowi juga merupakan raja Jawa atau menerapkan politik Jawa, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kesetujuan atau ketidaksetujuan sang RI-1 tidak akan ditunjukkan secara kentara. Poin ini memberi kita tolakan penting untuk menginterpretasi pernyataan Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani.

Sedikit berspekulasi, bukan tidak mungkin pernyataan Jaleswari merupakan representasi Istana dan pemimpin tertinggi, yakni Presiden Jokowi. Kemudian, mengacu pada pernyataan itu direspons secara terbuka oleh Dasco, ada kemungkinan Partai Gerindra khawatir pernyataan itu ditujukan kepada Prabowo sehingga perlu memberi bantahan.

Jika skenarionya demikian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Presiden Jokowi tampaknya tidak sepenuh hati merestui Prabowo untuk maju di Pilpres 2024. Pasalnya, menurut Benedict Anderson dalam bukunya The Idea of Power in Javanese Culture, dalam budaya Jawa, pemimpin selanjutnya harus mendapatkan restu dari pemimpin sebelumnya. 

Ketika restu sudah didapatkan, itu akan terejawantahkan dalam bentuk berbagai dukungan konkret agar kandidat yang direstui meraih singgasana.

Well, sebagai penutup perlu untuk digarisbawahi bahwa analisis dalam artikel ini hanya interpretasi semata. Hanya Jaleswari dan pihak-pihak terkait yang mengetahui maksud dan motifnya mengeluarkan pernyataan tersebut. 

Sebagai penonton politik, kita hanya bisa melakukan interpretasi atau mencoba membaca gestur-gestur politik yang ditampilkan penguasa. (R53)

Exit mobile version