“Bagaimana ya kan, tidak mudah memahami, pandemi itu menunda investasi, kan tidak susah kan. Jadi saya pengkritik utama Pak Luhut, tapi untuk kali ini rasanya tidak elok. Sama tidak eloknya ketika Donald Trump mendeklarasikan kemenangan barusan (Pilpres AS), dengan alasan yang aneh-aneh. Jadi please Pak Jokowi, enggak mungkin gitu ya”. – Faisal Basri, ekonom senior
Setelah Menko Kemaritiman dan Investasi alias Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mendapatkan teguran dari Presiden Jokowi soal investasi yang nyungsep, reaksi bermunculan dari banyak pihak.
Beberapa pengamat menyebutkan bahwa teguran ini membuktikan bahwa selama ini terlalu banyak “angin surga” di sekitar Pak Jokowi, sehingga begitu tahu kondisi aslinya, Pak Jokowi akhirnya kecewa dan marah.
Namun, ternyata banyak juga loh yang kemudian membela Pak Luhut. Ini khususnya datang dari para ekonom. Salah satunya adalah Faisal Basri yang merupakan seorang ekonom senior dan dikenal sangat tajam kalau ngritik pemerintah. Hmm, kali ini doi belain Pak Luhut loh.
Menurut Pak Faisal, realisasi investasi kuartal III tahun 2020 yang minus lebih dari 5 persen bukanlah salah Pak Luhut. Bahkan, doi menilai teguran dari Presiden Jokowi pada Pak Luhut atas data realisasi tersebut tidak tepat.
Soalnya, saat ini kondisi dunia sangat buruk dan banyak negara yang juga nyungsep dalam hal investasi dan pertumbuhan ekonominya.
Bahkan, angka minus 5 persen itu masih jauh lebih baik. Soalnya United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) telah memprediksi investasi asing atau foreign direct investment (FDI) akan merosot 40 persen sepanjang 2020.
Pak Faisal bahkan bilang bahwa kritik yang disampaikan oleh Presiden Jokowi itu tidak elok. Itu sama tidak eloknya dengan deklarasi kemenangan yang dilakukan oleh Presiden AS Donald Trump terkait hasil Pilpres di negaranya tersebut.
Beh, kalau udah nyangkut ke Pilpres AS nih ngeri-ngeri sedap cuy. Hehehe.
Kalau dilihat-lihat, Pak Faisal ini emang sedang berusaha jadi semacam temboknya Pak Luhut. Dalam kasus ini loh ya. Padahal istilah tembok itu sebetulnya justru sangat identik dengan Pak Luhut, yang selalu membentengi Pak Jokowi dari serangan apapun.
Bicara soal tembok, kalau di zaman dulu, kota-kota yang kuat itu selalu punya tembok yang kokoh. Troya misalnya, temboknya super kokoh dan bikin dia jadi sulit ditembus.
Nah, ini mirip-mirip jugalah dengan politisi. Politisi yang kuat harus juga punya tembok yang kuat. Tembok itu adalah orang-orang yang bersedia membentengi dirinya dari segala kritik.
Hmm, mungkin Pak Luhut bisa nih rekrut Pak Faisal Basri ke pemerintahan. Hehehe. Biar bisa jadi tembok yang kokoh. Uppps. (S13)
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.